Oleh: M Yusuf Njong
"Suatu hari, guru kami Al-imam Ash-shalih Al-wara' Al-mujahid Az-zahid Syamsuddin Ad-dairuthy Ad-dimyathy As-Syafi'i, seorang Alim Mujahid mengkritik Sultan Al-Ghuri (Sultan Dinasti Mamalik Mesir) karena meninggalkan jihad. Maka sultanpun memanggilnya ke istana. Ketika beliau sampai di majlis sultan beliau memberi salam. Sultan diam dan tidak menjawab salam Syeikh.
"Jika kau tidak menjawab salamku maka kau adalah orang fasiq dan kau akan diturunkan dari tahtamu"
(Mendengar hal tersebut) sultanpun terpaksa menjawab salam.
"Kenapa anda mencela saya karena meninggalkan jihad padahal anda tau bahwa kami tidak punya cukup armada kapal laut untuk berjihad"? tanya Sultan.
Syeikh menjawab: "Tapi kau punya harta untuk membuatnya"
Kemudian keduanya berdebat panjang hingga kemudian Syeikh berkata kepada Sultan:
"Sungguh kau telah melupakan nikmat Allah kepadamu dan melawan-Nya dengan kemaksiatan. Tidakkah kau ingat ketika engkau masih Nasrani kemudian mereka menawanmu lalu menjualmu dari satu tangan ke tangan yang lain? Kemudian Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu dengan kemerdekaan (dari perbudakan) dan islam dan menjadikanmu Sultan atas makhluk-Nya.
Sebentar lagi kematian akan mendatangimu dimana obat-obat para dokter takkan lagi bermanfaat dan kaupun mati, dikafani. Orang-orang akan menggalikan untukmu kubur yg gelap kemudian hidungmu ini akan dimasukkan kedalam tanah liat. Lalu kau akan dibangkitkan dalam keadaan telanjang dan kehausan, lalu kau akan berdiri di depan Allah, Hakim Adil yang tidak menzalimi siapapun, sekecil apapun. Kemudian akan ada penyeru yang menyeru: Siapa yang punya hak atas Al-Ghuri dan pernah dizalimi olehnya hendaklah datang kemari. Maka berduyun-duyunlah datang umat manusia yang hanya Allah yang tau seberapa banyak jumlahnya."
Tiba-tiba wajah sultan menjadi pucat. Pembantu sultanpun berkata kepada Syeikh: "Tolong bacakan Alfatihah untuk sultan wahai Sayyidi, kami takut sultan akan hilang akalnya."
Kemudian Syeikh pergi dan sultapun siuman. Ia lalu meminta agar syeikh dihadirkan kembali dan sultan memberikan 10.000 dinar untuk membantu pembangunan menara benteng Dimyath.
Syeikh menjawab: "Aku memiliki harta yang banyak (dari karunia Allah) dan takmembutuhkan bantuan siapapun. Dan jika kau membutuhkannya, saya siap untuk meminjamkannya kepadamu."
Di majelis itu, tak seorangpun yang terlihat lebih berwibawa melebihi Syeikh dan lebih rendah dari Sultan.
Beliau membangun menara Dimyath dengan uang pribadinya sebanyak 40.000 dinar tanpa bantuan siapapun. Sehari-harinya, beliau bekerja menjual sayur-sayuran dan menolak mengampil gaji atau upah dari tugasnya sebagai seorang Fuqaha. Beliau melarang keras murid-muridnya untuk makan harta wakaf dan menerima sedekah pemberian orang-orang, harena hal tersebut akan mengotori hati mereka. Beliau mengarang beberapa kitab diantaranya Syarah Minhaj Imam Nawawi dalam fiqih. Beliau terkenal dengan ketawadhu'annya, meskipun beliau memiliki derajat yang tinggi dan sangat terkenal. Pernah suatu hari aku (As-Sya'rani) melihatnya turun dari hewan tunggangannya dan mencium tangan seorang laki-laki tua dan buta. Aku menanyakan siapa orang tersebut. Beliau menjelaskan bahwa orang tersebut adalah gurunya yang pernah mengajarkannya Al-Qur'an saat beliau kecil. Rahimahullah.
(Kisah ini diceritakan oleh Imam Asy-sya'rani dalam Tabaqatnya dan dikutip oleh Al-Imam Al-Akbar Syeikh Abdul Halim Mahmud dalam Qadhiyah Attasawwuf yg dicetak bersama Almunqidh Min Ad-dhalal Imam Ghazali, hal 23 dengan terjemahan bebas).
Diakhir 'kitab' Amar Makruf Nahi Munkar Ihya Ulumuddin setelah menceritakan kisah para ulama rabbani dalam berhisbah, Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali berkata:
"Begitulah sejarah dan kebiasaan para ulama dahulu dalam beramar ma'ruf nahi mungkar, dan tidak pedulinya mereka dengan kekuasaan para penguasa. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada karunia Allah SWT untuk menjaga mereka, mereka ridha dengan takdir Allah untuk syahid di jalan-Nya. Maka ketika mereka mengikhlaskan niat karena Allah, ucapan merekapun memberikan perubahan pada hari yang keras lalu menjadi lembut.
Adapun sekarang ini, ketamakan telah mengikat lidah para ulama maka merekapun diam. Dan andai mereka berbicara, ucapan mereka tidak tidak selaras dengan perbuatannya, karenanya merekapun tidak berhasil. Andai mereka jujur, tentu mereka akan berhasil.
Maka kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa, dan rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Dan rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Sesiapa yang terpedaya akan kecintaan terhadap dunia, dia tidak akan kuasa beramar ma'ruf nahi mungkar terhadap hal-hal (orang-orang) kecil, bagaimana pula dia hendak melakukannya kepada penguasa dan perkara besar?"
Tags:
Palestina