Fikroh.com - Asy-Syaukani dalam "As-Sail al-Jarrar" memang cenderung membolehkan rokok dengan berpegang pada kaidah al-ashlu fil asy-yaa' al-ibahah (hukum asal sesuatu adalah boleh) selama tidak ada dalil yang mengharamkannya secara tegas.
Namun, pendapat ini bisa dibantah dengan beberapa poin berikut:
1. Kaidah Ibahah Bersyarat
Kaidah "hukum asal sesuatu adalah boleh" berlaku selama tidak ada dalil yang menunjukkan keharaman atau kemudaratannya.
Namun, dalam kasus rokok, berbagai penelitian medis telah membuktikan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan penyakit serius seperti kanker dan gangguan jantung serta berbagai penyakit yang lainnya.
Dalam Islam, segala sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain termasuk dalam larangan berdasarkan kaidah:
"Laa dharara wa laa dhiraar" (Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain). (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya)
Jika terbukti berbahaya, rokok keluar dari hukum asal ibahah (boleh atau mubah) dan menjadi haram.
2. Telah Datang Dalil tentang Larangan Membahayakan Diri Sendiri:
Al-Qur'an telah menegaskan larangan terhadap segala sesuatu yang merusak tubuh:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (QS. Al-Baqarah: 195)
Karena rokok telah terbukti secara ilmiah menyebabkan berbagai penyakit berbahaya, maka jelas ia masuk dalam kategori yang dilarang oleh ayat ini.
3. Kaidah Sadd adz-Dzari’ah (Mencegah Kerusakan)
Rokok bukan hanya berbahaya bagi perokok, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya (secondhand smoke).
Dalam Islam, sesuatu yang menjadi wasilah (perantara) bagi kerusakan atau keburukan harus dicegah.
Rasulullah -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda, "Setiap yang memabukkan itu haram." (HR. Muslim)
Para ulama menafsirkan bahwa segala sesuatu yang membahayakan tubuh atau akal, baik sedikit maupun banyak, harus dihindari, seperti khomar dan rokok.
4. Pendapat Ulama Kontemporer:
Banyak ulama setelah Asy-Syaukani, termasuk ulama kontemporer seperti Majma’ al-Fiqh al-Islami, telah mengharamkan rokok dengan alasan kesehatan dan dampak negatifnya terhadap diri dan masyarakat.
Kesimpulannya, meskipun Asy-Syaukani menggunakan kaidah "hukum asal sesuatu adalah boleh", namun kaidah tersebut tidak bisa diterapkan secara mutlak pada rokok, karena telah terbukti bahwa rokok membawa mudarat.
Justru kaidah lain dalam Islam—yaitu larangan terhadap bahaya dan kemudaratan—lebih relevan dalam kasus rokok ini.
Berikut ini adalah kutipan dari Imam Asy-Syaukani mengenai hukum rokok, dan bantahan atas beliau untuk lebih mempertegas pembahasan di atas.
Kata asy-Syaukaniy -rahimahullah-,
"الأصل الذي شهد له القرآن الكريم، والسنة المطهرة هو أن كل ما في الأرض حلال، ولا يحرم شيء من ذلك إلا بدليل خاص كالمسكر، والسم القاتل، وما فيه ضرر عاجل أو آجل... إذا تقرر لك هذا علمت أن هذه الشجرة التي يسميها بعض الناس التنباك، وبعضهم (التتن) لم يأت فيها دليل يدل على تحريمها، وليست من جنس المسكرات، ولا من السموم، ولا من جنس ما يضر آجلاً أو عاجلاً، فمن زعم أنها حرام فعليه الدليل، ولا يفيد مجرد القال والقيل."
“Hukum asal yang telah disaksikan oleh Al-Qur'an dan Sunnah yang suci adalah bahwa segala sesuatu yang ada di bumi itu halal. Tidak ada sesuatu pun yang diharamkan kecuali dengan dalil khusus, seperti halnya benda yang memabukkan, racun yang mematikan, atau sesuatu yang memberikan bahaya secara langsung maupun di kemudian hari... Jika engkau telah memahami hal ini, maka ketahuilah bahwa tumbuhan yang sebagian orang menyebutnya tanbak dan sebagian lain menyebutnya tutun (tembakau/rokok) tidak memiliki dalil yang menunjukkan keharamannya. Ia bukan termasuk golongan benda yang memabukkan, bukan racun, dan bukan pula sesuatu yang berbahaya baik dalam waktu dekat maupun di masa depan. Maka, siapa saja yang mengklaim bahwa ia haram, maka wajib baginya untuk membawa dalil. Perkataan orang-orang semata tidak bisa dijadikan hujjah.”
Dari pernyataan ini, jelas bahwa Asy-Syaukani membolehkan rokok dengan alasan tidak adanya dalil spesifik yang mengharamkannya serta tidak termasuk dalam kategori barang yang memabukkan atau beracun.
Namun, sebagaimana telah dibahas sebelumnya, perkembangan ilmu kedokteran modern telah membuktikan bahwa rokok memiliki dampak buruk bagi kesehatan, yang menjadikannya lebih dekat kepada kategori yang beliau sebut sebagai sesuatu yang berbahaya (ma fihi dharar).
Dalam pernyataan ini, Asy-Syaukani menegaskan bahwa hukum asal segala sesuatu adalah halal, kecuali ada dalil khusus yang mengharamkannya, dan beliau tidak menemukan dalil yang mengharamkan penggunaan tembakau (rokok) secara spesifik.
Berikut beberapa bantahan terhadap pernyataan Asy-Syaukani yang membolehkan rokok:
1. Rokok Menyebabkan Bahaya yang Terbukti secara Ilmiah
Asy-Syaukani menyatakan bahwa rokok (tanbak/tutun) bukan racun dan tidak menyebabkan bahaya langsung atau di masa depan.
Namun, fakta ilmiah modern telah membuktikan bahwa rokok mengandung zat-zat beracun seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida yang menyebabkan berbagai penyakit serius, termasuk kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan, serta penyakit-penyakit yang lainnya.
Dalam Islam, sesuatu yang berbahaya dilarang berdasarkan hadis:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad)
Pada zaman Asy-Syaukani dampak negatif rokok belum diketahui secara luas, perkembangan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa ia berbahaya, sehingga hukum rokok berubah dari boleh menjadi haram.
2. Kaidah Ibahah Tidak Berlaku Jika Ada Dalil yang Mengharamkan atau Memudaratkan
Asy-Syaukani berpegang pada kaidah “hukum asal segala sesuatu adalah boleh”, kecuali ada dalil yang melarangnya.
Namun, kaidah ini tidak berlaku jika suatu hal terbukti membahayakan atau memiliki dampak negatif yang jelas.
Dalam Islam, sesuatu yang awalnya boleh bisa berubah hukumnya berdasarkan dampaknya.
Contohnya, makan makanan tertentu pada dasarnya boleh, tetapi jika makanan itu beracun atau merusak kesehatan, maka hukumnya haram.
Demikian pula, rokok, yang mungkin dahulu belum terbukti membahayakan, kini telah diketahui secara pasti membawa dampak negatif bagi kesehatan, sehingga tidak bisa tetap dihukumi mubah.
3. Rokok Termasuk Perbuatan Tabdzir (Pemborosan)
Sisi yang satu ini, tidak disorot oleh Imam Asy-Syaukaniy. Rokok adalah barang konsumsi yang tidak memberikan manfaat nyata bagi tubuh, justru membahayakan.
Dalam Al-Qur’an, Allah melarang pemborosan:
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ
"Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan." (QS. Al-Isra’: 27)
Membelanjakan uang untuk sesuatu yang merusak kesehatan tanpa manfaat yang jelas termasuk pemborosan, sehingga bertentangan dengan prinsip Islam.
4. Rokok Mengganggu Orang Lain (Zhalim terhadap Sesama)
Asy-Syaukani tidak menyinggung aspek perokok pasif (secondhand smoke), padahal dalam Islam, mengganggu orang lain dengan sesuatu yang berbahaya adalah perbuatan zhalim.
Rasulullah -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda,
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia mengganggu tetangganya." (HR. Bukhari & Muslim)
Asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, termasuk anak-anak dan ibu hamil.
Ini menunjukkan bahwa merokok bukan hanya sekadar kebiasaan pribadi, tetapi juga berdampak sosial yang merugikan.
Kesimpulan
Pernyataan Asy-Syaukani mungkin relevan di zamannya ketika informasi tentang dampak buruk rokok belum tersedia. Namun, dengan adanya bukti ilmiah modern tentang bahaya rokok, serta dalil-dalil yang melarang sesuatu yang membahayakan, merusak kesehatan, dan mengganggu orang lain, jelas bahwa rokok tidak bisa lagi dihukumi sebagai sesuatu yang mubah, melainkan lebih dekat kepada keharaman.
Perhatian:
Perlu dipahami bahwa Imam Muhammad Asy-Syaukaniy -rahimahullah- adalah seorang ulama yang hidup antara tahun 1759 M –1834 M.
Sementara penemuan bahaya rokok ditemukan setelah beliau meninggal dunia. Artinya beliau di masa itu sama sekali belum tahu tentang bahaya dan dampak buruk dari rokok bagi tubuh manusia dan orang-orang di sekitarnya.
Penelitian pertama yang secara ilmiah menemukan bahaya rokok terhadap kesehatan dilakukan pada awal abad ke-20, tetapi bukti kuat mulai muncul pada pertengahan abad tersebut. Berikut adalah beberapa tokoh dan penelitian penting dalam sejarah penemuan bahaya rokok:
1. Fritz Lickint (1929)
Seorang dokter asal Jerman, Fritz Lickint, adalah orang pertama yang menemukan hubungan antara rokok dan kanker paru-paru dalam penelitiannya pada tahun 1929 M.
Ia mempublikasikan temuannya bahwa perokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru dibandingkan non-perokok. Temuan ini menjadi dasar bagi kampanye anti-rokok di Jerman saat itu.
2. Studi Epidemiologi Doll dan Hill (1950)
Pada tahun 1950, Richard Doll dan Austin Bradford Hill, dua ilmuwan dari Inggris, menerbitkan sebuah penelitian di British Medical Journal yang menunjukkan hubungan kuat antara merokok dan kanker paru-paru berdasarkan studi terhadap pasien di rumah sakit London.
3. Laporan Surgeon General AS (1964)
Laporan resmi pertama dari Surgeon General of the United States (Dr. Luther Terry) pada tahun 1964 menjadi tonggak utama dalam kesadaran global akan bahaya rokok. Laporan ini menyimpulkan bahwa merokok adalah penyebab utama kanker paru-paru dan penyakit jantung.
Kesimpulan
Meskipun ada indikasi awal sejak abad ke-19, bukti ilmiah yang kuat tentang bahaya rokok baru dikonfirmasi melalui penelitian ilmiah di abad ke-20, dengan studi dari Fritz Lickint (1929), Doll dan Hill (1950), serta laporan Surgeon General AS (1964) menjadi dasar utama kampanye kesehatan global melawan rokok.
Oleh: Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah Al-Bughisiy -hafizhahullah-
Tags:
Fikroh