Oleh: Heri Al-Jawiy
Fikroh.com - Walimah (وليمة) itu adalah Setiap sajian makanan yang dibuat khusus untuk undangan atau selainnya, Tapi kalau di Tambah 'Urs Jadi Walimah Al-'Urs menjadi artinya “Makanan Pengantin”. Walimah Bisa juga untuk perayaan Khitan, Rumah Baru, untuk Tamu yang Datang dari jauh. Karena Definisi Walimah Itu yaitu disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Kitab Tuhfah Al-Muhtaj Beliau Katakan:
من الولم وهو الإجتماع و هي أعين الوليمة اسم لكل دعوة لطعام يتخذ لحادث سرور او غيره. وقال آخرون تشمل الكل لكن الأشهر إطلاقها اذا أريد بها وليمة العرس.
“Al-Walam artinya berkumpul, disebutkan Al-walam dengan kata walimah Untuk semua undangan atau makanan yang dihidangkan pada saat-saat bahagia atau selainnya. Ulama Syafi’iiyyah yang lain mengatakan bahwa walimah mencakup makna Kullu (keseluruhan undangan). Akan tetapi yang paling di sebut-sebut dalam sebutannya adalah walimah al-’urs.
Mengenai Hukumnya Walimah Al-'Urs itu adalah Sunnah Mu'akkad. Hal itu Dikatakan Oleh Para Ulama' Syafi'iyyah Al-Imam Khotib Syarbaini dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Syarh Minhaj beliau katakan:
وليمة العرس فإنها سنة مؤكدة لثبوتها عن النبي صلى الله عليه وسلم قولا و فعلا وفي البخاري : أنه صلى الله عليه وسلم أولم على بعض نسآئه بمدين من شعير و وأنه صلى الله عليه وسلم أولم على صفية بتمر وسمن وأقط وأنه قال لعبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه وقد تزوج أولم ولو بشاة.
”Walimah Al-‘Urs Hukumnya Sunnah Mu’akkad berdasarkan adanya ketetapan dalil dari Rasulullah Saw tentang walimah al-’urs tersebut baik secara qauli maupun fi’li. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Rasulullah Saw pernah mengadakan walimah ketika perkawinannya dengan sebahagian istrinya dengan dua mud gandum. Rasulullah Saw juga mengadakan walimah buat istrinya Shofiyyah dengan kurma, samin dan keju. Rasulullah Saw memerintahkan kepada ’Abdurrahman ibn ’Auf di hari pernikahannya: “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing.”
Maka Dapat dipahami bahwa mengadakan Walimah Al-'Urs itu Sunnah. Dan Kesunnahan ini Karena ada Perintah Dari Rasulullah Saw Dalam sebuah Hadis Untuk memerintahkan mengadakan walimah Al-'Urs. Sebagaimana disebutkan pada hadis diatas, dengan itu Imam Ibnu Hajar Al-Asqallani Menjelaskan Hadis tersebut dalam Kitab Fathul Baari Syarah Shohih Bukhori beliau katakan:
روى أحمد من حديث بريدة قال لما خطب علي فاطمة قال رسول الله : انه لا بد للعروس من وليمة
و سنده لا بأس به قال أبن بطال هي سنة فضيلة و وليس المراد بالحق الوجوب و لا أعلم أحدا أوجبها. ولأمر محمول على لإستحباب بدليل ما ذكرناه و لكونه أمره بشاة وهي واجبة اتفاق
“Imam Ahmad meriwayatkan dari Buraidah, tatkala ’Ali melamar Fathimah, Rasulullah Saw bersabda: “Seharusnya diadakanlah walimah al-’urs.” Ibnu Batthal mengatakan bahwa walimah al-’urs Sunnah yang Fadhilah dan sudah tentu tidaklah wajib dan aku belum mengetahui apa ada seorang yang mewajibkannya. Kesimpulannya bahwa telah sepakat ulama akan kesunnahan walimah al-’urs walaupun bentuk perintah untuk mengadakan walimah al- ‘urs mengandung kewajiban.
Lantas, Jika Mengadakan Walimah al-'Urs Itu Sunnah. Bagaimana Hukum menghadirinya atau Memenuhi Undangannya?
Mengenai Menghadirinya terdapat dalam Sebuah hadis Yang diriwayatkan Oleh Imam Muslim dan Terdapat perintah Untuk memenuhi undangan. Hadisnya yaitu:
عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم : اذا دعي أحدكم الى وليمة عرس فليجب
Artinya: “Apabila salah seorang di antara kamu diundang dalam acara walimah al-’urs maka penuhilah undangan tersebut.”
Dengan Hadis ini maka Ulama' berpendapat bahwa Menghadiri Undangan Hukumnya Fardhu 'Ain yaitu Wajib. Hal ini sebagaimana dikatakan Oleh Imam An-Nawawi Dalam kitab Minhajut Thoolibiin Wa 'Umdatul Muftiin beliau Katakan :
وليمة العرس سنة،و الإجابة اليها فرض عين.
“Mengadakan walimah al-’urs hukumnya adalah sunnah sedangkan memenuhi dan menghadirinya fardhu ’ain.”
Perlu diketahui bahwa Memenuhi Undangan disini hukumnya Wajib di khususkan untuk Memenuhi Undangan pernikahan saja, Bukan undangan yang lain selain pernikahan menurut Qoul Ashoh (Pendapat yang Paling benar). Sedangkan yang selain Undangan pernikahan dihukumi Sunnah sebab pendapat itu tidak tertentu dalam arti bukan Pendapat yang kuat.
Sebagaimana ni disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqallani dalam Kitab Fathul Baari Syarh Shohih Bukhori beliau Mengatakan :
وقد قال الجمهور تجب في وليمة النكاح وتستحب في غيرها و يحتمل أن يكون هذا اللفظ وان كان عاما فاالمراد به خاص
”Mayoritas ulama menyatakan bahwa walimah al-’urs atau walimah nikah wajib menghadirinya dan sunnah pada walimah-walimah yang lain untuk memenuhinya. Penekanan nya yaitu lafaz perintah bermakna umum yg bertujuan pada maksud mengkhususkan walimah al-’urs itu sendiri.
Dan juga Imam Al-Qolyubi dalam Kitab Hasyiataa Al-Qolyubi wa 'Umairoh 'Ala kanz Ar-Rooghibiin. Beliau katakan:
انما تجب في وليمة العرس على الراجح و في غيرها على المرجوح
“Sesungguhnya Kewajiban menghadiri undangan yang berlaku pada walîmah al-’urs merupakan pendapat yang Rajjih (kuat/terpilih). Sedangkan yang selain
kategori walimah al-’urs adalah Marjuh (tertentu atau bukan pendapat yang
kuat).”
Dan Adapaun Yang menjadi Kewajiban Kita untuk menghadiri Undangan Tersebut dengan beberapa Syarat yang harus di penuhi sehingga menjadi wajib Bagi yang Di undang untuk Menghadiri nya. Hal ini Disebutkan oleh Asy-Syaikh Abdullah Asy-Syarqawi dalam Kitab Hasyiah Asy-Syarqawi 'Ala Syarh Al-Tahriir beliau mengatakan :
وأن يكون المدعو معينا اي يخصه بالدعوة ولو بكتابة أو رسالة مع ثقة أو مميز لم يجرب عليه كذب بخلاف ما لو قال : ليحضر من شاء فلا تجب الإجابة وللتودد أي أولنحو علمه أوصلاحه أوورعه أو لا قصد شئ و أن يقصد المجيب بإجابته الإقتداء بالسنة حتى يثاب
“Orang yang diundang hendaklah ditentukan dan jelas siapa yang secara khusus diundang meskipun sekedar lewat tulisan atau surat yang diantar oleh orang yang dapat dipercaya lagi mumayyiz (mengerti dengan hal tersebut) yang diyakini orang tersebut tidak mencoba-coba melakukan kebohongan. Namun jika ia mengatakan:
“Silahkan siapa yang mau hadir suka hati atau siapa yang mau jumpa maka hadirlah”.
Kalau sudah begini tidaklah wajib hadir dalam undangan walimah al-’urs tersebut.
Yang tadi seharusnya wajib menghadiri undangan Walimah Al-'Urs itu berubah menjadi hukumnya sunnah menurut Imam Syafi’i. Sebagaimana hal itu dikatakan oleh Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Takmiilah Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzzab Syaikh 'Adil, Imam Syafi'i Mengatakan:
قال الشافعي - رضي الله عنه – بل أستحب ألا يجيب لأنه لم يعينيه.
“Ucapan demikian menjadi sunnah menghadiri undangan tidaklah wajib karena pihak yang mengundang tidak menentukan secara khusus yang diundangnya.”
Menghadiri undangan atas dasar Tawaddud yaitu memperlihatkan rasa cinta dan Kasih sayang. Atau menghadiri undangan atas dasar karena keilmuannya, kesalihannya, atau sikapnya yang wara’. Dan Niat menghadiri bukan karena ada maksud-maksud yang lain (niat yang buruk dari orang yang menghadirinya). Seperti Mantan yang batal nikah, datang Bawak batu Dilemparkan Ke Pelaminan batu itu (hahaha)
Dan Pihak yang diundang pada acara pelaksanaan walîmah al-’urs hendaklah
memenuhi undangan karena menjalankan sunnah rasul sehingga mendapatkan pahala dengan kedatangan pada acara walimah Al-'Urs tersebut.
Dan Juga Tidak adanya kewajiban untuk Memenuhi Undangan jika Ada beberapa Hal Udzur Syar'iy Yaitu disebutkan Oleh Imam Nawawi dalam Kitab Syarah Shohih Muslim Beliau katakan :
وأما الأعذار التي يسقط بها وجوب إجابة الدعوة أو ندبها فمنها أن يكون في الطعام شبهة، أو يخص بها الأغنياء، أو يكون هناك من يتأذى بحضوره معه، أو لا تليق به مجالسته، أو يدعوه لخوف شره، أو لطمع في جاهه، أو ليعاونه على باطل، وأن لا يكون هناك منكر من خمر أو لهو أو فرش حرير أو صور حيوان غير مفروشة أو آنية ذهب أو فضة، فكل هذه أعذار في ترك الإجابة، ومن الأعذار أن يعتذر إلى الداعي فيتركه ولو دعاه ذمي لم تجب إجابته على الأصح.
“Adapun Alasan Yang Syar'i (Udzur Syar'i) yang dapat menggugurkan kewajiban memenuhi suatu undangan atau kesunnahannya, yaitu :
1. Pada hidangan yang tersedia diketahui ada hal yang syubhat. Namun di sebutkan dalam Kitab Tuhfah Al-Muhtaj Imam Ibnu Hajar Mengatakan : Dalam kondisi seperti ini hendaknya pihak yang diundang tetap memenuhi kewajiban tersebut untuk bersikap kehati-hatian sebab wajibnya Untuk Menghadiri Undangan tersebut. Lebih detailnya di katakan oleh syaikh Khatib Syarbaini dalam kitab Mughni Al-Muhtaj Syarh Minhaj beliau katakan :
فان علم أن عين الطعام حرام حرمت اجابته و إلا فلا و تباح الإجابته.
jika mengetahui makanan itu memang dari hasil yang haram. Maka haram memenuhi undangan seperti itu. dan jika tidak maka boleh untuk memenuhi undangan itu.
2. Mengkhususkan undangan kepada orang-orang kaya saja yang menghadiri
undangan.
3. Ditemukan pada pelaksanaan tersebut orang yang dapat mencelakai
pihak yang diundang atau adanya tindakan kejahatan jika menghadiri undangan itu.
4. Tidak ada ketenangan persahabatan atau yang menimbulkan permusuhan ketika menghadiri undangan pernikahan tersebut.
5. Timbulnya ketakutan sebagai efek buruk dari menghadirinya.
6. diundang karena mengharap sebuah jabatan/Kemuliaan darinya.
7. Dihadiri undangan tersebut untuk kerjasama dalam kebatilan (Kemaksiatan).
8. Disajikannya hal-hal yang munkar seperti : minuman keras hal ni sebagaimana disebutkan dalam Hadits :
ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻵﺧﺮ؛ ﻓﻼ ﻳﻘﻌﺪﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﺋﺪﺓ ﻳﺪﺍﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﺨﻤﺮ
”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah duduk pada meja makan yang di situ dihidangkan khamer (minuman keras)”
Dan sesuatu yang membuat lalai, digelarnya perabot yang berbahan sutera, terpampangnya lukisan-lukisan hewan sempurnanya gambar dengan kata lain sempurna nya gambar tersebut ada kepala sampai kakinya. Namun boleh jika di potong bagian kepala hewan tersebut.
8. Adanya perkakas atau perabotan yang terbuat dari emas dan perak seperti Cangkir minuman undangan atau tempat makanan nya.
Segala hal di atas merupakan uzur yang memperbolehkan tidak menghadiri undangan. Sebagian uzur yang lain adalah ketika seseorang mengajukan alasan ketidakhadirannya pada orang yang mengundangnya. Walaupun Yang Mengundang Itu Orang kafir Dzimmi maka tidak wajib Menghadiri/menjawab undangannya menurut pendapat yang Paling Kuat (Ashoh).
Dengan itu hendaknya semua halangan ini menjadi perhatian bagi pengundang supaya, Agar tidak ada halangan untuk orang lain menghadiri acara Waliimah Al-'Urs tersebut. Wallahu a'lam.
Tags:
Fikih