Fikroh.com - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru saja menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan sanksi terhadap Afrika Selatan terkait dengan undang-undang kontroversial tentang penyitaan tanah tanpa kompensasi. Keputusan ini memicu ketegangan diplomatik yang tajam antara Washington dan Pretoria, mengingat perintah tersebut juga menyoroti kebijakan luar negeri Afrika Selatan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan AS.
Perintah eksekutif tersebut secara terbuka mengkritik Undang-Undang Ekspropriasi 13/2024, yang dinilai memungkinkan pemerintah Afrika Selatan untuk mengambil tanah milik warga etnis minoritas Afrikaner tanpa memberikan kompensasi. Trump menegaskan bahwa AS tidak akan memberikan bantuan kepada Afrika Selatan selama kebijakan ini berlaku, dan juga akan memfasilitasi pemindahan para Afrikaner yang merasa terdiskriminasi dan ingin meninggalkan negara tersebut.
Tanggapan keras datang dari pemerintah Afrika Selatan. Chrispin Phiri, juru bicara Departemen Hubungan Internasional, menilai bahwa perintah Trump didasarkan pada informasi yang salah dan tidak mempertimbangkan sejarah kolonialisme dan apartheid yang panjang di negara tersebut. Ia juga menuduh adanya kampanye disinformasi yang sengaja diluncurkan untuk merusak citra Afrika Selatan di mata dunia internasional.
Ketegangan semakin meningkat ketika sanksi ini juga mengaitkan kebijakan luar negeri Afrika Selatan yang semakin dekat dengan negara-negara seperti Rusia, China, dan Iran, serta sikap Pretoria yang menuduh Israel melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Julius Malema, pemimpin partai oposisi Economic Freedom Fighters, mendesak pemerintah Afrika Selatan untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara BRICS sebagai respons terhadap "agresi" dari AS.
Di sisi lain, partai oposisi dalam negeri, seperti Democratic Alliance (DA), mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai dapat merusak hubungan diplomatik dengan AS. DA bahkan berencana untuk mengirim delegasi ke Washington guna meredakan ketegangan dan membahas masalah hak kepemilikan tanah di Afrika Selatan.
AfriForum, sebuah kelompok hak sipil yang mewakili kepentingan komunitas Afrikaner, mendukung langkah Trump dan menyalahkan pemerintah Cyril Ramaphosa atas kebijakan yang mereka anggap mendiskriminasi kelompok mereka.
Kondisi ini semakin memperburuk hubungan antara AS dan Afrika Selatan, dengan kemungkinan Pretoria akan menjauh lebih jauh dari diplomasi Barat dan semakin mempererat hubungan dengan negara-negara pesaing AS.
Afrika Selatan Tanggapi Sanksi AS dengan Menutup Perusahaan Amerika dan Hentikan Ekspor
Johannesburg – Dalam langkah balasan yang tegas terhadap sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat, Pemerintah Afrika Selatan memutuskan untuk menutup semua perusahaan Amerika yang beroperasi di negara tersebut. Langkah ini juga mencakup penghentian ekspor barang ke Amerika Serikat sebagai respons atas kebijakan AS yang dianggap tidak mendukung perjuangan Palestina.
Tindakan ini semakin memanasnya ketegangan antara kedua negara setelah Afrika Selatan secara konsisten menunjukkan dukungannya terhadap Palestina. Presiden Afrika Selatan menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah bentuk solidaritas mereka terhadap negara-negara yang tertindas, dan sebagai reaksi terhadap kebijakan luar negeri AS yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
Keputusan ini diprediksi akan memengaruhi hubungan ekonomi antara kedua negara, di mana banyak perusahaan Amerika yang beroperasi di sektor energi, teknologi, dan manufaktur di Afrika Selatan. Pemerintah Afrika Selatan juga menegaskan akan mencari mitra dagang baru sebagai alternatif untuk menggantikan pasar Amerika yang kini terhenti.
Langkah ini tentunya membuka babak baru dalam hubungan internasional dan bisa memicu ketegangan lebih lanjut di kancah diplomasi global.
Tags:
News