Fikroh.com - Abu Mohammad al-Julani, yang bernama asli Ahmed al-Sharaa, adalah seorang pejuang dan pemimpin militer Suriah. Lahir pada tahun 1982 di Riyadh, Arab Saudi, dari keluarga asal Golan Tinggi, Suriah. Ayahnya, Hussein Ali al-Sharaa, adalah seorang aktivis nasionalis Arab dan teknisi minyak.
Al-Julani bergabung dengan Al-Qaeda di Irak pada tahun 2003 dan terlibat dalam pemberontakan melawan Amerika Serikat. Ia ditangkap dan dipenjara selama lima tahun sebelum kembali ke Suriah untuk memimpin cabang Al-Qaeda di Suriah, Jabhat al-Nusra, pada tahun 2012.¹
Di bawah kepemimpinannya, Jabhat al-Nusra berkembang menjadi salah satu kelompok paling berpengaruh di Suriah. Pada tahun 2016, al-Julani memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda dan membentuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang kemudian menjadi kekuatan utama di wilayah Idlib, Suriah.
Al-Julani dikenal karena strateginya yang canggih dan kemampuannya mempersatukan berbagai kelompok oposisi Suriah. Ia juga berusaha memperluas pengaruhnya melalui media sosial dan pernyataan publik. Pada tahun 2024, ia memainkan peran penting dalam serangan oposisi Suriah yang mengarah pada penggulingan rezim Assad.
Kini Jaulani menjadi kebanggaan dan idola baru bagi rakyat suriah bahkan dunia. Perangainya yang tenang dan berwibawa menjadikan sosok Jaulani dikagumi banyak orang. Salah satunya seorang gadis suriah yang berfoto Selfi dengannya beberapa waktu lalu. Lantas gadis ini mengungkapkan isi hatinya akan kondisi terkini suriah setelah berhasil direbut oleh para Mujahidin dari oposisi bashar Al asad.
Berikut isi curahan hatinya:
"Saya seorang gadis Suriah. Nama saya Lea Khairallah, dari kota Damaskus, dan ini adalah kisah saya dengan foto di samping pemimpinnya.
Seperti banyak wanita muda lainnya, hidup saya berpusat pada keluarga, pendidikan, dan impian untuk masa depan. Saya pernah berpikir bahwa wisuda universitas saya akan menjadi momen yang menentukan dalam hidup saya—hingga 10 Desember 2024. Pada hari itu, Damaskus dibebaskan, dan para revolusioner beserta pemimpin mereka mengunjungi lingkungan kami di Mezzeh.
Itu adalah peristiwa yang akan dicatat oleh sejarah dengan tajuk berita yang akan tetap bersama kita selama beberapa generasi. Kami akan mewariskannya kepada anak-anak kami, bersama dengan swafoto, foto-foto, dan kisah tentang bagaimana kami menyaksikan hari terbesar dalam sejarah Suriah. Kami akan menceritakan kepada mereka kisah-kisah singkat tentang seorang tiran, sebuah bangsa, dan sebuah kemenangan.
Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa saya akan berdiri di hadapan orang-orang yang paling mulia; Mujahidin Suriah, yang membebaskan kami bersama pemimpin mereka. Bertemu dengan kami dan berbicara dengan kami. Berdiri di hadapan orang-orang seperti itu Sosok yang selama ini kukenal lewat berita utama, sungguh merendahkan hati.
Lalu, teman-temanku menambah pengalaman yang luar biasa itu dengan meminta izinnya untuk berfoto dengannya. Seperti ayah mana pun yang melindungi negara dan anak-anak perempuannya, ia dengan lembut dan penuh kebapakan memberi isyarat agar aku menutupi rambutku jika ingin berfoto dengannya. Ia berhak tampil dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Ia tidak meminta para wanita di sekitarnya untuk menutupi rambut mereka, tetapi jika mereka ingin berfoto dengannya, standar yang sama berlaku bahkan untuk jurnalis Amerika yang mewawancarainya.
Puluhan ribu warga Damaskus merasa aman hari itu, mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, di bawah perlindungan seorang pemimpin yang baik, dan aku adalah salah satunya.
Namun, khususnya bagiku, Tuhan memberkatiku untuk menjadi lebih dekat. Setelah pengalaman singkat ini, aku merasa bahwa semua bentuk kebaikan saling terkait: pembebasan dari para tiran, ketaatan pada iman, dan cinta kepada sesama—semuanya adalah faktor kemenangan.
Teks arabnya |
Kita semua berutang kepada mereka karena telah membebaskan kita, tetapi aku lebih berutang kepada mereka. Saya berutang budi kepada mereka karena membuat iman saya kepada Tuhan tumbuh lebih kuat dan lebih dalam."
Tags:
Inspiratif