Fikroh.com - Dahulu umat Islam Sunni menginginkan persatuan antara Syiah-Sunni, tetapi Khomeni mengkhianati Sunni. Kaum muslimin ditikam dari belakang. Tanpa belas kasihan Sunni menjadi sasaran empuk pembantaian.
Pada tahun 1979, kaum Sunni awalnya menginginkan persatuan antara Syiah dan Sunni, tetapi harapan ini segera dikhianati oleh Khomeini setelah Revolusi Iran.
Ketika itu, Ikhwanul Muslimin dari dunia Arab, sangat antusias dengan revolusi Iran. Mereka bahkan membagikan selebaran perayaan untuk mendukungnya. Syaikh Abdullah Azzam merinci sejarah ini dalam tafsirnya tentang Surat at-Taubah.
Khomeini awalnya berjanji untuk memerintah Iran sesuai dengan prinsip-prinsip Khilafah Rashidun, yang mendapat sambutan baik dari banyak kelompok Sunni. Namun, segera setelah revolusi, Ikhwan menyadari bahwa Khomeini semakin dekat dengan Hafez al-Assad, pemimpin Suriah yang brutal yang, seperti putranya Bashar, terkenal karena penindasannya terhadap Ahlus Sunnah di Suriah dengan pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan.
Pada tahun 1970-an, Ikhwanul Muslimin Suriah melancarkan jihad melawan rezim Assad, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Marwan Hadid dan Adnan Oqla. Uama Syi'ah Dua Belas dahulu memvonis kafir Syi'ah Nushairiyyah sebelum revolusi Iran, namun setelah revolusi mereka memberikan hukum baru untuk menerima orang-orang musyrik Nushairiyyah sebagai "muslim".
Beberapa pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah diam-diam melakukan perjalanan ke Iran. Mereka berharap dapat membujuk Khomeini untuk campur tangan dan meyakinkan Assad untuk menghentikan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap muslim Sunni di Suriah. Alih-alih membantu, Khomeini mengkhianati mereka dengan memberi tahu Hafez al-Assad tentang identitas para pemimpin ini. Assad kemudian menangkap dan mengeksekusi mereka. Iran kemudian membantu Assad dalam penindasan brutalnya terhadap Muslim Sunni di Kota Hama pada tahun 1982, di mana ribuan muslim Sunni dibantai.
Sejarah Revolusi Iran
Revolusi Iran, yang terjadi antara 1978 dan 1979, merupakan perubahan politik besar yang menggulingkan monarki Shah Mohammad Reza Pahlavi dan menggantinya dengan Republik Islam di bawah pemimpin Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Latar belakang revolusi ini melibatkan ketidakpuasan luas terhadap pemerintahan Shah yang dianggap otoriter, korup, dan tidak peduli terhadap rakyat. Kebijakan modernisasi dan westernisasi yang diterapkan Shah, termasuk program sosial dan ekonomi, juga memicu reaksi negatif dari berbagai kalangan, terutama dari ulama dan kelas menengah.
Protes besar-besaran dimulai pada tahun 1978, dipicu oleh penindasan terhadap demonstrasi oleh pemerintah. Demonstrasi ini berkembang menjadi gerakan rakyat yang melibatkan berbagai kelompok, termasuk mahasiswa, pekerja, dan kelompok religius. Pada Januari 1979, Shah meninggalkan Iran, dan pada Februari 1979, Khomeini kembali dari pengasingan, di mana ia diangkat sebagai pemimpin revolusi.
Setelah revolusi, Iran mengadopsi konstitusi baru yang mendirikan sistem pemerintahan teokrasi. Revolusi ini tidak hanya mengubah struktur politik Iran, tetapi juga mempengaruhi geopolitik di Timur Tengah dan memunculkan gelombang islamisme di berbagai negara. Revolusi Iran tetap menjadi tonggak penting dalam sejarah modern, dengan dampak yang dirasakan hingga kini.
Abu Vimto
Tags:
Sejarah