Kisah Perjalanan Hidup Ummu Kultsum

Kisah Perjalanan Hidup Ummu Kultsum

Fikroh.com - Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fathimah. Dari rahim Fathimah, lahirlah Zainab, Hasan, Husain, dan seorang calon bayi bernama Muhsin, (Fathimah keguguran saat mengandung Muhsin), dan yang bungsu "Ummu Kultsum".

Ummu Kultsum ra tumbuh, berkembang, dan terdidik. Patut kiranya Ummu Kultsum menjadi cermin bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas din, dan teladan bagi para gadis Muslimah.

Ketika Rasulullah (kakeknya wafat), usia Ummu Kultsum saat itu ± 5 tahun. 6 bulan kemudian ibunda tercinta Fatimah Az Zahra menyusul kakeknya. Oleh karena itu Ummu Kultsum kecil hidup dalam asuhan dan bimbingan ayahanda Ali bin Abi Thalib dan ketiga kakaknya Zainab, Hasan dan Husain.

Karena kedudukan Ummu Kultsum yang luar biasa ini, membuat Umar bin Khatab mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminangnya. 

Ali awalnya menunda karena usia Ummu Kultsum masih belia. Umar berkata, “Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliaannya, yang tidak aku dapatkan dari orang lain.”

Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya setelah dewasa pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga Umar wafat.

Umar menikahi Ummu Kultsum dengan mahar sebesar 40 ribu dirham (senilai dengan 64 miliar untuk ukuran saat ini) sebagai bentuk penghormatan padanya. Mereka dikaruniai 2 anak, Zaid dan Ruqayyah.

Sebagai pendamping Amirul Mukminin, Ummu Kultsum senantiasa mendukung suaminya dalam mengayomi masyarakat. Dan salah satu peristiwa penting dialami Ummu Kultsum menjelang wafatnya Umar.

Suatu ketika Umar keluar di malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya. Umar melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan seorang wanita yang bersumber dari dalam sebuah gubuk, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepada laki-laki tersebut dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi.

Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yg ingin mendapatkan kemurahan hati seorang Amirul Mukminin, laki-laki tersebut tidak mngetahui bahwa orang yang sedang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin. Lantas laki-laki tersebut menyuruh Umar pergi, “Pergilah dan janganlah Anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya.”

Umar kembali mengulang pertanyaannya agar dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak seorangpun yang dapat membantunya, bahkan Amirul mukmini sekalipun tidak perduli".

Mendengar hal tersebut Umar bergegas pulang ke rumahnya dan langsung menemui Ummu Kultsum dan berkata, “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?”

Ummu Kultsum menjawab, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut, wahai Amirul mukminin?”

Maka Umar menceritakan kejadian yang ditemuinya. Kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Umar membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Umar berangkat bersama Ummu Kultsum hingga sampai ke gubuk tersebut.

Ummu Kultsum membantu ibu yang hendak melahirkan. Sementara itu Umar bersama laki-laki tersebut masak yg ia bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah:

“Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki.”

Hal itu membuat laki-laki Badui tersebut terperanjat kaget ternyata orang yg di sampingnya adalah  Amirul mukminin. Begitu pula wanita yg melahirkan tersebut terperanjat karena yang menjadi bidan baginya adalah istri dari Amirul Mukminin.

Dan terhadap si lelaki yang tampak terkejut, Umar  berkata, “Tidak mengapa wahai Saudara, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!” Setelah semuanya selesai, Umar dan Ummu Kultsum berpamitan.   

Pada tahun 23 H, Ummu Kultsum harus menelan kenyataan pahit. Suami tercintanya, Umar bin Khattab wafat setelah ditikam oleh Abu Lu’lu saat ia sedang mengimami shalat shubuh. Akhirnya cucu Rasulullah ini pun menjanda di usianya yang bahkan belum menginjak 20 tahun.

Sepeninggal Umar, Ummu Kultsum dinikahkan oleh Sayuidina Ali  (ayahnya), dengan saudara sepupunya yaitu ‘Aun bin Ja’far. Setelah ‘Aun wafat, ia menikah dengan saudara sepupunya yang lain yang sekaligus saudara mendiang suaminya Muhammad bin Ja’far. Suaminya yang ketiga ini pun wafat dan akhirnya ia menikah lagi dengan saudara mendiang suaminya yang lain yaitu Abdullah bin Ja’far sampai ia wafat.

Anak Ummu Kultsum, Zaid bin Umar terbunuh ketika sedang melakukan misi perdamaian saat terjadi perang saudara yang melibatkan kabilah Bani Adi. Namun seseorang tiba-tiba menikam cicit Rasulullah tersebut. Zaid tak sempat melakukan perlawanan lantaran serangan itu dilakukan di kegelapan malam. Ia sempat bertahan beberapa hari hingga kemudian wafat. Adapun Ummu Kultsum menutup usia karena sakit. Ummu Kultsum wafat pada tahun 75 H.

Sejarah dan kisah, bukanlah sekedar cerita tanpa makna. Darinya kita bisa mengambil pelajaran, mengambil ibrahnya. Untuk dijadikan motivasi, penyemangat berproses menjadi lebih baik. (Tarikh at Thabari).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama