Fikroh.com - Moral generasi muda saat ini sungguh memprihatinkan. Pornografi dan pergaulan bebas di kalangan pelajar sangat mengerikan. Padahal mereka merupakan generasi penerus bagi bangsa Indonesia.
Indonesia tahun 2008 masuk dalam 10 besar negara pengakses situs pornografi di dunia maya. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, setiap tahun peringkat tersebut selalu mengalami kenaikan.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat ini Indonesia sudah menduduki peringkat pertama dalam aktivitas negatif itu. Ironisnya lagi, di antara para pengakses situs porno itu adalah anak-anak di bawah umur, kata psikolog klinis sekaligus aktivis AIDS, Baby Jim Aditya.
“Berdasarkan riset, sebanyak 68 persen siswa SD sudah pernah ikut-ikutan mengakses situs porno,” ujarnya.
Salah satu akibatnya, seorang siswa kelas VI sebuah sekolah dasar di Situbondo memperkosa murid taman kanak-kanak setelah dia melihat video porno dalam telepon genggam salah seorang temannya.
Tidak hanya dari internet, konten-konten berbau pornografi juga dengan mudah diakses anak-anak dalam bentuk lainnya, di antaranya komik, permainan, VCD, telepon selular, dan media massa.
Jumlah yang lebih mencengangkan juga terjadi di jenjang SMP dan SMA, yaitu 97 persen siswanya dinyatakan pernah menonton atau melihat konten berbau pornografi.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, setidaknya ada 84 laporan pornografi dan pornoaksi hingga yang masuk ke KPAI pada Oktober 2013. Seluruhnya dilakukan oleh anak-anak dari kalangan pelajar di bawah umur, khususnya di Jakarta.
“Laporan-laporan tersebut terdiri dari pergaulan seks bebas dan kepemilikan media pornografi,” ujar Ketua Divisi Pengawasan KPAI, Muhammad Ihsan.
Sedang, hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 remaja mengungkap, 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93 persen pernah berciuman bibir.
Survei yang dilakukan di 12 kota besar itu juga menunjukkan 62,7 persen responden pernah berhubungan badan dan 21 persen di antaranya telah melakukan aborsi.
Hasil survei di atas dikuatkan dengan fakta, puluhan siswa SMP di Bandung, Jawa Barat, telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK). Yang lebih mencengangkan, data yang dihimpun program Save The Children Jawa Barat ini, menunjukkan di antara para PSK remaja tersebut cukup dibayar dengan pulsa telepon selular. (http://www.suarapembaruan.com)
Menyimak Generasi Pertama Islam
Kondisi remaja di atas berbeda sekali dengan generasi pertama Islam. Para pemuda masa itu setelah bergabung dalam kafilah kaum muslimin, kemudian mampu berprestasi luar biasa. Abdullah bin Mas’ud yang dulunya hanyalah seorang buruh penggembala, kemudian menempa diri menjadi salah satu ulama sahabat. Demikian pula Zaid bin Tsabit, dalam kemudaan usianya telah berhasil menjadi penulis wahyu. Bahkan pada masa berikutnya, beliaulah ketua tim yang membukukan Al Qur`an beliau juga berprestasi, dalam berapa hari beliau mampu menguasai bahasa ibrani atas perintah Rasulullah. Sedangkan Usamah bin Zaid dalam usianya delapan belas tahun mampu tampil sebagai panglima perang mempecundangi pasukan Romawi sebagai Negara Adi Daya waktu itu.
Mus’ab bin Umair yang sebelumnya anak yang dimanja ibunya pun berhasil menggapai prestasi gemilang sebagai da’i Rasulullah. Ia berhasil mendakwahkan Islam kepada penduduk Madinah, sehingga mereka berbondong-bondong masuk Islam.
Adapun Ali bin Abi Thalib yang sejak usia delapan tahun memeluk Islam. Walau pun masih muda, namun telah terkumpul padanya beberapa kelebihan. Handal sebagai petarung, arif sebagai ilmuwan, cakap sebagai panglima perang.
Kaum wanita pun tidak kalah dalam berkiprah. Ada Aisyah yang berhasil masuk ke dalam jajaran delapan ulama’ fikih Madinah. Padahal ketika Nabi wafat usianya baru delapan belas tahun.
Demikian pula terdapat Rufaidah yang menjadi tabib andalan pada zaman Rasulullah. Ummu Syuraik yang tegar mendakwahkan Islam “dor to dor” kepada kaumnya. Dan masih banyak berbagai kiprah wanita muda muslimah lainya. Intinya dalam naungan Islam generasi Islam zaman dulu menjadi pioneer kemajuan dan kebaikan.
Bahkan hari-hari berikutnya dunia berhasil merasakan keadilan dan kasih sayang Islam melalui tangan para pemuda. Mereka yang tak pernah lelah mengadakan ekspansi penyelamatan manusia dari peribadahan kepada sesama makhluk kepada peribadahan kepada Allah semata. Hingga manusia merasakan keadilan, kedamaian, ketenraman dan diridhai Rabb-nya.
Rahasia Keunggulan Generasi Shahabat
Mengapa generasi pertama demikian hebat, mampu mengemban amanah menegakkan agama di muka bumi ini? Apa rahasia pembinaan Rasulullah sehingga muncul generasi unggul. Paling tidak ada tiga rahasia inti keunggulan metode tarbiyah Rasulullah kepada para remaja di zaman beliau.
Pertama: Pembinaan dengan Konsep Wahyu
Dalam mencetak generasi Islam, Rasulullah mencukupkan diri dengan menggembleng para shahabat dengan konsep wahyu. Beliau tanamkan keyakinan bahwa tidak Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah. Bahkan beliau mengajarkan, tujuan diciptakan manusia hanya untuk beribadah kepada Allah.
Kemudian beliau menanamkan untuk tunduk dan taat kepada Allah. Hasilnya generasi shahabat menjadi generasi Islam yang unik. Setiap yang diperintahkan Al Qur’an mereka kerjakan dan apa yang dilarang Al Qur’an mereka tinggalkan.
Contohnya, ketika Allah menurunkan surat Al Muzammil yang berisi perintah untuk Qiyamul Lail (shalat malam), maka para shahabat dengan semangat mengerjakan Qiyamul Lail hingga kaki mereka bengkak-bengkak. Baru setahun kemudian Allah memberi keringan kepada mereka bahwa Qiyamul Lail hukumnya sunnah.
Demikian pula ketika turun ayat tentang larangan minum khamr (Al Maidah: 90), maka para shahabat pun langsung melempar gelas yang berisi khamr di tangan mereka dan menumpahkan gentong-gentong khamr yang mereka miliki. Padahal khamr pada waktu itu begitu lekat dengan kehidupan mereka.
Sehingga mereka telah menjadi generasi unggul dalam berbagai dimensi. Unggul spiritual, unggul emosional dan unggul dalam kehalian. Keadaan mereka benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dengan keadaan mereka sebelum mereka tertempa wahyu. Dulunya mereka hanya hobi berkelahi, berzina dan berjudi dan lain sebagainya. Namun kemudian mereka berubah menjadi penegak kebenaran dan keadilan serta memanfaatkan potensi mereka untuk kejayaan Islam.
Kedua: Kedekatan Murabbi dengan Mutarabbi
Rasulullah sebagai pendidik (murabbi) bagi umat telah memberikan tarbiyah secara langsung dan berkesan terhadap para shahabatnya. Keikhlasan beliau, kekuatan ruhiyah beliau, kebaikan akhlak beliau, menjadii magnet tersendiri yang membuat para shahabat begitu mencintai dan taat serta mencontoh beliau.
Beliau tidak sekedar datang ke masjid untuk memberikan ceramah. Tetapi beliau hidup bersama shahabat, susah dan senang ditanggung bersama. Lihatlah! Saat terjadi perang ahzab. Para shahabat menggali parit agar musuh yang jumlahnya tidak berimbang tidak bisa masuk ke Madinah. Sedang Rasulullah sebagai murabbi mereka menyemangati sekaligus bekerja bersama mereka. Bahkan ketika ada batu besar yang tidak mampu dipecahkan para shahabat, beliaulah yang memecahkannya. Ketika ada shahabat yang mengganjal perutnya dengan dua buah batu karena kelaparan, ternyata Rasulullah mengganjal perutnya dengan tiga buah batu. Beliau lebih lapar dari para shahabat.
Demikianlah, guru besar manusia tersebut, telah menjalankan tugasnya sebagai pembimbing umat dengan sempurna. Akibatnya dapat dilihat. Para shahabat menjadi pribadi-pribadi yang mengagumkan. Ada yang ahli ibadah seperti Abdullah bin Umar yang tidak pernah meninggalkan Qiyamul Lail. Ada Ibnu Mas’ud yang ahli dalam bidang tafsir. Sehingga berbagai kebaikan merata pada pribadi shahabat yang tertempa oleh murabbi yang begitu dekat. Selanjutnya para shahabat bagaikan bintang yang bertaburan memberikan sinarnya bagi ummat manusia.
Ketiga: Pendidikan Dengan Qudwah
Di antara metode pendidikan Rasulullah adalah keteladanan. Beliau tidak hanya mengajak taat kepada Allah dan melarang bermaksiat kepada-Nya. Namun beliau orang yang paling terdepan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Misalnya, Rasulullah memberi keteladanan salah satu muridnya yang bernama Ibnu Abbas. Beliau memberi keteladan bagaiamana cara berwudhu dan shalat malam bagi Ibnu Abbas. Ketika Ibnu Abbas yang melihat Rasulullah shalat malam di hadapannya, maka ia bergegas untuk mengikuti beliau.
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata, “Aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah pada suatu malam. Lalu Nabi bangun malam kemudian berwudhu. Selanjutnya mengerjakan shalat. Aku pun kemudian turut mengambil wudhu seperti yang dilakukan beliau, kemudian berdiri ikut mengerjakan di samping kiri beliau. Lalu beliau memindahkan di sebelahkan kanan beliau dan kemudian mengerjakan shalat.” (Al Hadits)
Demikianlah Rasulullah membina para muridnya dengan memberi keteladanan. Tidak hanya bicara, memerintah dan melarang. Tapi beliau langsung praktek di hadapan para shahabatnya. Sehingga para shahabat dapat menjadikan beliau qudwah hasanah dalam beribadah dan bermuamalah.
Bagaimana Kita Mencetak Generasi Unggul?
Pertanyaan yang mengusik hati kita, bagaimana sekarang kita mencetak generasi unggul secara spiritual, mental dan spesialisasi kemampuan?
Peluang untuk mencetak generasi unggul tetap terbuka di hadapan selama kita menggunakan metode yang digunakan Rasulullah untuk mendidik para shahabat. Pendidikan berbasis wahyu dan kedekatan serta keteladanan pendidik dalam mengaplikasikan ilmu.
Bila kita cermati, sistem tersebut sebenarnya masih ada dan terus diterapkan serta ditingkatkan di pondok pesantren Islam. Sistem pesantren adalah sistem yang mengacu kepada wahyu, kedekatan antara ustadz dengan santri serta adanya unsur keteladanan.
Untuk itu, bagi orang tua yang menghendaki putra-putrinya unggul di bidang spiritual dan mental, cobalah menengok pesantren sebagai alternatif utama pendidikan putra-putrinya. Tentunya bukan sembarang pesantren yang dapat mencetak generasi unggul. Hanya pesantren yang memang komit dengan nilai-nilai keislaman. Di antara indikasi yang nampak pada kuatnya aqidah, beribadah dengan benar dan berakhlak mulia. Akidah yang berdasarkan pemahaman salafush shalih, ibadah yang sesuai diajarkan oleh Rasulullah dan akhlak yang Islami. Wallahu a’lam bish shawwab.
Penulis: Ustadz Qosdi Ridhwanullah
Tags:
Parenting