Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq
Di tulisan kali ini kami menfocuskan bahasan untuk menjawab tentang klaim dari ajaran Nur Muhammad yang populer didengungkan oleh kalangan yang telah kami kelompokkan di tulisan sebelumnya menjadi tiga bagian kelompok :
- Yang berpendapat Nur Muhammad makhluk yang awal
- Yang berpendapat Nur Muhammad asal dari segala sesuatu
- Yang berpendapat Nur Muhammad qadim dan mengandung unsur ketuhanan
Bantahan kami pun bukan bersifat gebyah uyah alias pukul rata menyamakan semua pendapat yang ada itu dengan satu status hukum. Untuk kelompok pendapat satu dan dua, kami anggap sebagai pemikiran yang secara umum keliru atau minimalnya syadz (menyendiri), atau marjuh karena membangun masalah aqidah di atas dalil-dalil yang bermasalah.
Sedangkan untuk pendapat ketiga, kami mendatangkan bantahannya dari para ulama karena kami yakini sebagai bentuk kesesatan berfikir yang wajib untuk diluruskan.
Dan sebenarnya kelompok ketiga inilah yang menjadi target utama kami. Mereka yang telah meresahkan umat dengan membangun pemahaman aqidah di atas dalil-dalil yang sangat bermasalah. Tapi seakan itu kokoh karena mereka menyandarkan klaim-klaim ajarannya kepada ulama yang membicarakan masalah Nur Muhammad ini di kitab mereka.
Kita awali terlebih dahulu tulisan ini dengan membahas tentang soalan : Makhluk apakah yang pertama kali diciptakan oleh Allah ta’ala ?
𝗠𝗮𝗸𝗵𝗹𝘂𝗸 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶 𝗱𝗶𝗰𝗶𝗽𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵
Tak dipungkiri para ulama telah berbeda pendapat dan berdebat sangat hangat tentang siapa makhluk yang pertama kali Allah ciptakan. Ada yang menyatakan bahwa makhluk yang awal mula diciptakan itu adalah air, lalu Arsy lalu setelahnya qalam atau pena, sedangkan yang lain berpendapat berbeda lagi bahkan sebaliknya, berikut rinciannya.[1]
𝟭. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 𝗱𝗶𝗰𝗶𝗽𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗣𝗲𝗻𝗮
Sebagian ulama lainnya seperti Ibnu Abbas, al Imam Ibnu Jarir ath Thabari dan Ibnu Jauzi berpendapat bahwa pena adalah makhluk pertama yang diciptakan.[2]
Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma berkata :
إن أول ما خلق الله عز وجل القلم
“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah azza wajalla adalah pena.”[3]
Berkata al Imam Thabari rahimahullah :
إن أول ما خلق الله القلم فقال له: اكتب فجرى في تلك الساعة بما هو كائن
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena. Lalu Dia berfirman kepadanya : ‘Tulislah ! Maka sejak saat itu terciptalah segala sesuatu.”[4]
Pendapat ini disandarkan kepada riwayat ‘Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda :
إن أول ما خلق الله القلم
“Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al Qalam.” (HR. Tirmidzi)
𝟮. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗱𝗶𝗰𝗶𝗽𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗶𝗿
Sebagian ulama berpendapat bahwa air adalah makhluk yang pertama kali diciptakan. Berkata al imam Ibnu Jarir ath Thabari rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir :
ﻭﻗﺎﻝ ﺁﺧﺮﻭﻥ ﺑﻞ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺴﺪﻱ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﻋﻦ ﻣﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﻭﻋﻦ ﻧﺎﺱ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﺎﻥ ﻋﺮﺷﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﻟﻢ ﻳﺨﻠﻖ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﺧﻠﻖ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻤﺎﺀ
“Dan sebagian golongan yang lain berpendapat : Bahkan Allah menciptakan air sebelum 'arsy. Telah diriwayatkan dari al Sidiy dari Abi Malik, dan dari Aby Shalih dari Ibnu 'Abbas, dan dari Murrah dari Ibnu Mas'ud, dan dari beberapa orang shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mereka berkata : ‘Bahwa 'arsy Allah berada di atas air, dan Allah tidak menciptakan sesuatu selain dari apa yang Dia ciptakan sebelum air.”[5]
Pendapat ini disandarkan kepada banyak dalam yang terdapat dalam al Qur’an dan juga hadits-hadits shahih, diantaranya :
وَهُوَ الَّذِي خَلَق السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاء لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalah arsy-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.“ (QS. Hud : 7)
Ayat di atas jelas menyebutkan sebelum penciptaan langit dan bumi, ternyata ada mahluk yang sudah diciptakan Allah Ta’ala terlebih dahulu , yakni ‘arsy dan air. Lalu ini dipertegas dengan hadits berikut ini :
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ وَخَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Dialah Allah yang tidak ada sesuatupun selain Dia, sedangkan ‘arsy-Nya di atas air, lalu Dia menulis di dalam adz-Dzikir segala sesuatu (yang akan terjadi,) lalu Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Bukhari)
Lalu tentang air yang ia diciptakan lebih dulu dari Arsy adalah hadits Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang berbunyi :
أَنَّ الْمَاءَ خُلِقَ قَبْلَ الْعَرْشِ
“Sesungguhnya air diciptakan sebelum ‘arsy” (HR. Ahmad danTirmidzi)
Lalu tentang pena atau qalam yang ia termasuk disebutkan sebagai makhluk yang awal diciptakan termaktub dalam sebuah hadits :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ تبارك وتعالى الْقَلَمُ ثُمَّ قَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ وَمَا أَكْتُبُ قَالَ فَاكْتُبْ مَا يَكُوْنُ وَ ِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى أَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةُ
Dari Ubadah bin as-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.” (HR. Ahmad)
Al Imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah ketika menjelaskan dan mengkompromikan hadits-hadits di atas beliau berkata :
معناه أنه خلق الماء سابقا ثم خلق العرش على الماء وقد وقع في قصة نافع بن زيد الحميري بلفظ كان عرشه على الماء ثم خلق القلم فقال اكتب ما هو كائن ثم خلق السماوات والأرض وما فيهن فصرح بترتيب المخلوقات بعد الماء والعرش
“Maknanya adalah bahwa Allah menciptakan air terlebih dahulu, lalu menciptakan ‘arsy di atas air. Dalam kisah Nafi’ bin Zaid Al Himyari dengan lafadz “ArsyNya di atas Air, baru kemudian Dia menciptakan al qalam (pena takdir). Lalu Allah berkata : ‘Tulislah segala yang akan terjadi.’
Lalu Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Di sini disebutkan secara gamblang urutan penciptaan para makhluk adalah setelah air dan Arsy.
وأما ما رواه أحمد والترمذي وصححه من حديث عبادة بن الصامت مرفوعا أول ما خلق الله القلم ثم قال اكتب فجرى بما هو كائن إلى يوم القيامة فيجمع بينه وبين ما قبله بأن أولية القلم بالنسبة إلى ما عدا الماء والعرش أو بالنسبة إلى ما منه صدر من الكتابة أي أنه قيل له اكتب أول ما خلق
Adapun apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi dan selain keduanya dari hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Ash-Shamit secara marfu’: “Pertama kali Allah menciptakan pena (qalam). Kemudian Allah berkata : ‘Tulislah segala yang akan terjadi sampai hari kiamat”.
Maka hadits ini harus dikompromikan dengan hadits sebelumnya, bahwa yang dimaksud “Pena merupakan makhluk pertama kali” di sini, adalah disandarkan kepada selain air dan ‘arsy. Atau, disandarkan kepada penulisan yang akan muncul darinya. Artinya, sesungguhnya dikatakan kepada pena : “Tulislah (makhluk) apa yang akan diciptakan pertama kali.”[6]
𝟯. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗔𝗿𝘀𝘆
Al imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama adalah yang mengatakan Arsynya Allah adalah makhluk pertama yang diciptakan. Beliau berkata :
ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻌﻼﺀ ﺍﻟﻬﻤﺬﺍﻧﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻣﺨﻠﻮﻕ ﻗﺒﻞ ﺫﻟﻚ .
“Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama sebagaimana yang dinukil oleh al hafidz Abu ‘Ala al Hamdani dan selain beliau bahwa Arsynya Allah diciptakan sebelum yang lainnya.”[7]
Dalil yang digunakan oleh pendapat ini selain hadits riwayat Ahmad yang telah disebutkan, adalah hadits Marfu’ riwayat Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu’anhuma :
إن الله كتب مقادير الخلائق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة وعرشه على الماء
“Sesungguhnya Allah telah menuliskan taqdir seluruh makhluk sebelum diciptakannya langit dan bumi dengan jarak 50.000 tahun.” (HR. Muslim)
Meski kemudian pendapat ini mendapat sanggahan yang lumayan tajam dari ulama lain, semisal yang dinyatakan oleh imam at Thabari rahimahullah dalam tafsirnya.
𝟰. 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗹𝗮𝗶𝗻𝗻𝘆𝗮
Pendapat yang masyhur hanya berkisar perbedaan mana yang lebih dulu antara tiga hal yaitu asry, air dan pena. Meski jika kita lacak penjelasan dalam masalah ini ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali diciptakan bukan Arsy, bukan air dan juga bukan pena tapi diciptakannya cahaya untuk siang dan kegelapan untuk malam sebagaimana ini pendapat Ibnu Ishaq.[8]
𝙇𝙖𝙡𝙪 𝙖𝙙𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙥𝙚𝙣𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙉𝙪𝙧 𝙈𝙪𝙝𝙖𝙢𝙢𝙖𝙙 𝙨𝙚𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞 𝙢𝙖𝙠𝙝𝙡𝙪𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖 𝙠𝙖𝙡𝙞 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝 𝙘𝙞𝙥𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣?
Sejauh penelusuran kami tidak ada satupun ulama dari kalangan madzhab yang empat atau dari berbagai madrasah Aqidah atau pun ahli sejarah di abad awal Islam ataupun pertengahan yang secara tegas menyatakan berpendapat bahwa makhluk yang pertama diciptakan adalah Nur Muhammad. Adanya mereka hanya menukil pendapat atau menyampaikan riwayat seperti hadits Jabir tentang masalah ini.
Hal ini sebagaimana misalnya yang dinyatakan oleh Syaikh Thahir bin Muthahir al Maqdisi rahimahullah berikut ini :
وسمعت بعض الشيعة يزعمون أن أول ما خلق الله نور محمّد وعليّ ويروون فيه رواية
“Aku pernah mendengar adanya sebagian Syiah mereka mengira bahwa sesungguhnya makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Nur Muhammad dan Ali, dan mereka menyatakan adanya riwayat tersebut.”[9]
Al imam Ibnu Haj al Maliki rahimahullah berkata :
وفيه أيضا أن أول ما خلق الله نور محمد صلى الله عليه وسلم فأقبل ذلك النور يتردد ويسجد بين يدي الله عز وجل فقسمه الله تعالى على أربعة أجزاء. فخلق من الجزء الأول العرش. ومن الثاني القلم. ومن الثالث اللوح ثم قال للقلم
“Dan di sini juga ada pendapat bahwa Allah pertama kami menciptakan Nur Muhammad shallallahu’alaihi wasallam. Lalu Nur itu menghadap kepada Allah dan bersujud di hadapan Allah azza wajalla. Lalu Allah membagikan cahaya itu menjadi empat bagian : dari Bagian pertama menjadi Arsy, dari yang kedua menjadi pena, dari yang ketiga menjadi Lauh mahfudz dan yang menjadi pena.”[10]
Al imam Ali Qari rahimahullah berkata :
أول ما خلق الله القلم… عن محمد بن إسحاق أنه قال: أول ما خلق الله تعالى النور والظلمة… وقيل: أو ما خلق الله تعالى نور محمد صلى الله عليه وسلم.
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, dari Ibnu Ishaq bahwa dia mengatakan yang pertama kali diciptakan adalah cahaya dan kegelapan. Dan ada yang mengatakan : Yang pertama kali diciptakan adalah Nur Muhammad…”[11]
Demikian juga hal yang sama disebutkan dalam kitab tafsir dan kitab lainnya. Para ulama dari abad pertengahan Hijriyah hanya menukilkan akan hal ini, barulah kemudian belakangan beberapa karya tulis tentang Nur Muhammad ini bermunculan seperti karya Yusuf an Nabhani, al Ajluni dan lainnya.
Dan insyaallah di tulisan berikutnya kita akan membahas lebih lanjut tentang posisi bahasan Nur Muhammad ini. Diantaranya : (1) Siapa saja yang memegang pendapat ini, (2) Apa dasar pendapatnya, (3) Apakah ia termasuk bagian permasalahan Aqidah atau bukan.
(4) Apakah konsep Aqidah yang dibangun di atas keyakinan Nur Muhammad yang hari ini berkembang di masyarakat sesuai dengan aqidah ahlusunnah wal Jama’ah ? Dan pertanyaan semisal lainnya.
𝗦𝗨𝗠𝗕𝗘𝗥 𝗔𝗝𝗔𝗥𝗔𝗡 𝗡𝗨𝗥 𝗠𝗨𝗛𝗔𝗠𝗠𝗔𝗗
Kita tidak akan mendapatkan bahasan tentang Nur Muhammad ini dari kitab-kitab mu’tabarah yang biasa kita rujuk dari para ulama baik yang hidup di fase abad awal, pertengahan dan akhir abad hijiryah.
Tulisan tentang Nur Muhammad ini baru kita temukan disusun oleh beberapa ulama muta’akhirin yang hidupnya sudah di abad ke 14 hijriyah. Dan terkhusus di Indonesia masalah Nur Muhammad ini kian populer lewat kitab-kitab Maulid yang banyak beredar dan dibaca di majelis-majelis ta’lim.
Lalu konsep Nur Muhammad juga diajarkan kebanyakan dari mulut ke mulut, yang karena tidak ada konsep baku tentang apa dan bagaimana sebenarnya ajaran Nur Muhammad ini, akhirnya kita temukan berbagai ragam perbedaan pemahaman mulai dari yang masih bisa ditolelir hingga yang sudah sangat ekstrim kebablasan.
Pemahaman ini semakin leluasa berkembang karena diberi label dan embel-embel sebagai kajian aqidah tingkat tinggi atau dianggap sebagai bagian dari ilmu tasawuf yang hanya layak dikonsumsi oleh kalangan khusus dan tidak boleh disentuh oleh sembarang orang.
Padahal dalam kenyataannya banyak mereka yang mengusung konsep seperti itu adalah orang-orang jahil lagi majhul hal. Ilmu aqidah dasar masih sering ngawur, ilmu alat tidak pernah belajar, pemahaman fiqih masih amburadul, tapi ngakunya ada di maqam yang hanya bisa ditempati orang-orang dengan kemampuan khusus ?
𝗔𝗱𝗮 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗞𝘂𝘁𝗶𝗽𝗮𝗻
Di tulisan sebelumnya kita telah menyebutkan bahwa pencantuman Nur Muhammad sebagai makhluk yang diciptakan paling awal memang disebutkan di dalam kitab-kitab para ulama, namun tidak secara tegas dikatakan siapa yang mendukung pendapat tersebut, bahkan ada yang menisbahkan itu pendapat dari sebagian kalangan Syiah, seperti yang dinyatakan oleh Syaikh Thahir bin Muthahir al Maqdisi rahimahullah berikut ini :
وسمعت بعض الشيعة يزعمون أن أول ما خلق الله نور محمّد وعليّ ويروون فيه رواية
“Aku pernah mendengar adanya sebagian Syiah mereka mengira bahwa sesungguhnya makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Nur Muhammad dan Ali, dan mereka menyatakan adanya riwayat tersebut.”[1]
𝗣𝗲𝗻𝗴𝗴𝗮𝗴𝗮𝘀 𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗸𝗼𝗻𝘀𝗲𝗽 𝗡𝘂𝗿 𝗺𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱
Dalam perkembangannya masalah Nur Muhammad yang sebenarnya hanya sebuah informasi tambahan dan penafsiran belaka atas beberapa ayat yang menyebut Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam sebagai Nur, kemudian ditarik oleh sebagian pihak masuk semakin dalam untuk menjadi sebuah landasan pemikiran dalam bidang aqidah dan tasawuf.
Tercatat tokoh yang mempelopori konsep keyakinan Nur Muhammad ini adalah seorang tokoh sufi yang bernama Ibnu Arabi wafat tahun 638 H (Bedakan antara Ibnu Arabi dengan Ibnul Arabi, karena banyak yang sering tertukar atau menyamakan keduanya. Nama kedua Ibnul Arabi dengan al adalah ulama sunni yang bermadzhab Maliki).[2]
ابن عربي هو من أبرز العلماء الذين أكدوا على مفهوم نور محمد كجوهر أساسي في فهم الحقائق الإلهية
"Ibnu Arabi adalah salah satu ulama terkemuka yang menekankan konsep Nur Muhammad sebagai inti utama dalam pemahaman hakikat ketuhanan.”[3]
Ibnu Arabi adalah tokoh sufi yang kontroversial, tak sedikit deretan ulama ahlussunnah yang menvonis akan kesesatannya bahkan menghukuminya telah murtad seperti al imam Ibnu Jauzi, adz Dzahabi, Daqiq al Id, al Iraqi, Ibnu Hajar al Asqalani dan lainnya.
Meski tetap ada beberapa pihak yang menggelarinya dengan tokoh sufi terbesar dan berusaha membela mati-matian ajarannya. Karena itu lah kemudian tercatat saat tidak bisa ditempuh jalur ilmiah, al imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah sempat menantang murid-murid dari Ibnu Arabi untuk mubahalah.
Dan selang kurang dari dua bulan setelah peristiwa mubahalah tersebut, Allah ta’ala menimpakan adzabnya kepada lawan dari al imam Ibnu Hajar. Ia tertimpa kebutaan dan hanya dalam satu malam esoknya orang tersebut ditemukan telah terbujur kaku di kamarnya.[4]
𝗔𝗷𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗜𝗯𝗻𝘂 𝗔𝗿𝗮𝗯𝗶 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗡𝘂𝗿 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱
Diantara kitab karya Ibnu Arabi yang berbicara tetang Nur Muhammad ini adalah :
1. Futuhat al-Makkiyah. Karya yang satu ini merupakan tulisan utama Ibnu Arabi yang membahas beberapa konsep utama dalam ilmu tasawufnya termasuk masalah Nur Muhammad.
2. Tarjuman al Ashwaq. Ini merupakan kumpulan sastra dari Ibnu Arabi yang di dalamnya mencakup berbagai metafora dan juga ungkapan tentang Nur Muhammad.
3. Kitab al Isra. Dalam karyanya ini Ibnu Arabi banyak membahas perjalanan spiritual dan wahyu, kemudian dihubungkan dengan Nur Muhammad.
4. Al Hikam al Ata'iyyah. Ibnu Arabi dalam karyanya ini meski membahas tentang wejangan kaitannya dengan kebijaksanaan, tapi dia juga mengkaitkan dengan Nur Muhammad sebagai sumber dari kebijaksanaan hidup.
Berikut ini adalah diantara ucapan dari Ibnu Arabi dalam kitab-kitab tersebut yang berbicara tentang Nur Muhammad, yang mana kemudian oleh beberapa tokoh sufi di masa setelahnya pernyataan -pernyataan ini dipopulerkan dan dikembangkan dalam bentuk konsep ajaran tauhid atau tasawuf.
النور الذي خلق الله منه العالمين وبه يتجلى كل شيء
"Cahaya yang oleh Allah menciptakan dari-Nya alam semesta, dan dengannya segala sesuatu terungkap."[5]
نور محمد هو الضوء الذي يضيء العالم
“Nur Muhammad adalah cahaya yang cahaya itu menerangi alam ini.”[6]
نور محمد صلّى الله عليه وسلّم هو النور الذي خُلِقَ منه كل شيء
“Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam adalah nur yang darinya diciptakan segala sesuatu.”[7]
النور الذي خلق الله منه العالمين
“Ini adalah cahaya yang Allah menciptakan darinya segala sesuatu.”[8]
النور المحمدي هو النور الأزلي الذي لا يزال، وهو الذي يُدْرَكُ منه جميع تجليات الحق
"Nur Muhammad adalah cahaya kekal yang tidak berakhir, dan dari cahaya ini segala manifestasi hakikat dapat dipahami."[9]
نور محمد صلّى الله عليه وسلّم هو نور باقٍ غير مخلوق، أزلي لا يتغير
"Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam adalah cahaya yang kekal dan tidak diciptakan, abadi dan tidak berubah."[10]
النور المحمدي هو السرمدي الذي لا ينقضي أبداً
“Nur Muhammad adalah cahaya yang kekal yang tidak akan pernah berakhir.”[11]
نور محمد صلّى الله عليه وسلّم هو النور الذي لا يفنى، بل هو نور أزلي دائم
“Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam adalah cahaya yang tidak akan pernah binasa, melainkan adalah cahaya kekal dan abadi."[12]
النور المحمدي هو نور دائم لا يتغير ولا ينقضي
"Nur Muhammad adalah cahaya yang abadi, tidak akan pernah berubah dan tidak akan berakhir.”[13]
Dan masih banyak lagi ucapan serupa dari Ibnu Arabi tetang Nur Muhammad ini. Yang mana kemudian ajaran-ajarannya dijabarkan oleh beberapa tokoh sufi sepeninggalnya diantaranya yang paling menonjol adalah Abdul Karim al Jilli (W 825 H) dengan karyanya Insan Kamil.
Footnote:
[1] Bidayah wa Nihayah (1/8)
[2] Al Bidayah wan Nihayah, 1/9)
[3] Tafsir Mujahid hal. 668, Tarikh al Baghdadi (10/81)
[4] Tarikh ath Thabari (1/32)
[5] Bidayah wa Nihayah (1/14)
[6] Fath al Bari (6/289)
[7] Bidayah wa Nihayah (1/14)
[8] Al Kamil fi ath Tarikh (1/18)
[9] Al Bada wa Tarikh (1/150)
[10] Al Madkhal li Ibni Haj (2/32)
[11] Umdatul Qari (15/109)
[1] Al Badau wa Tarikh (1/150)
[2] At Tasawuf al Islami hal 120.
[3] Syekh Akbar Muhyidin Ibnu Arabi, Muhammad Rustum, hal. 100
[4] Jawahir wa Durur (3/1002)
[5] Futuhat Makiyah (1/118)
[6] Al Isra hal. 100
[7] Tarjuman as Ashwaq hal 20
[8] Futuhat Makiyah (1/20)
[9] Futuhat Makiyah (1/140)
[10] Futuhat Makiyah (1/138)
[11] Al Isra hal. 101
[12] Tarjumal Aswaq hal. 21
[13] Al Hikam al Athiyah hal. 50