Penjelasan Hadits Tentang “Rumah Yang Luas Tanda Kebahagiaan”

Penjelasan Hadits Tentang “Rumah Yang Luas Tanda Kebahagiaan”

Yang kami maksud dengan hadits tentang “rumah luas” adalah yang ada di dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, demikian redaksi haditsnya:

مِن سَعادةِ المرءِ المسكَنُ الوَاسِعُ، والجَار الصَالح، والمَركَبُ الهَنِي

“Sebagian dari sebab-sebab kebahagiaan seseorang adalah “rumah yang luas”, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman.”

Kita akan mendapatkan kesimpulan makna yang “utuh” jika kita kaitkan dengan hadits-hadits sebelumnya yang ada di kitab yang sama.

Apalagi sudah dikenal salah satu keistimewaan Imam Bukhari adalah “teka-teki” yang sarat hikmah di balik bab-bab yang beliau tulis. Walaupun ini berlaku untuk kitab Shahih Bukhari, tapi tidak mustahil berlaku untuk kitab Al-Adab Al-Mufrad yang penulisnya sama.

Antara Ucapan dan Perbuatan Nabi Terkadang Berbeda


Jika kita perhatikan riwayat-riwayat sebelumnya, ternyata membahas tentang “bangunan”. Dan salah satunya adalah rumah istri-istri Nabi yang “tidak luas”. 

Maksudnya dari sisi “praktek”, Nabi Muhammad memilih mempunyai rumah yang “tidak luas”, sedangkan ketika membahas sebab-sebab kebahagiaan duniawi, Nabi mengatakan salah satunya adalah “rumah yang luas”.

Kesimpulan yang paling mudah adalah dengan dikatakan bahwa apa yang Nabi lakukan ini maksudnya adalah “li bayaanil jawaaz” (memberi penjelasan bolehnya apa yang Nabi lakukan).

Dengan demikian tidak haram hukumnya seseorang memiliki tempat tinggal yang tidak luas. Dan tidak ada celanya sama sekali. Terlebih lagi jika itu disebabkan kemampuan finansialnya yang terbatas.

Hadits ini mirip seperti hadits tentang “perintah melakukan shalat sunnah di rumah”. Nabi memerintahkan demikian ini ketika beliau sendiri shalat tahajud di masjid. Ketika itu Nabi shalat tahajud di masjid, tiba-tiba para sahabatnya bermakmum kepadanya. Kejadian ini tidak ada dalam satu malam.

Melihat ini Nabi kemudian mengatakan : “Shalat terbaik yang dilakukan seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
Pelajaran utama dari hadits ini pastinya adalah keutamaan shalat sunnah di rumah. Akan tetapi kami temukan di dalam Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi juga menyimpulkan “bolehnya shalat sunnah di masjid”.

Hanya Sebagian Sebab Kebahagiaan


Selain itu kita menyimpulkan tiga hal yang ada di dalam hadits tersebut hanya “sebagian” kecil dari sebab kebahagiaan. Kesimpulan ini bisa dilihat dari huruf “min” di awal kalimat yang salah satu maknanya adalah “sebagian”.

Walaupun ada kemungkinan makna lain dari huruf “min”, akan tetapi cukup banyak indkator yang menguatkan kesimpulan ini :
Nabi adalah orang yang paling bahagia, bersamaan dengan itu tempat tinggalnya “tidak luas”. 

Nabi adalah orang yang paling bahagia, bersamaan dengan itu gaya hidup yang dipilih adalah gaya hidup yang sangat sederhana. Bisa dilihat riwayat-riwayat valid tentang perabot dan perkakas rumah tangga Nabi.

Masih banyak sebab kebahagiaan yang tidak “tersurat” di dalam hadits tersebut. Misalnya “keamaanan”, “kesehatan”, “tercukupinya kebutuhan pangan”.

Begitu juga “doa”, “dzikir”, “ilmu”, dan amal-amal kebaikan secara umum adalah sebab-sebab kebahagiaan seseorang. Ringkasnya kebahagiaan tidak hanya disebabkan hal-hal yang bersifat "materi", tapi juga ada sebab kebahagiaan yang "immateri".

Kesimpulan Makna


Dengan demikian ada kemungkinan makna hadits di atas adalah:

“Sebagian kecil dari sebab-sebab kebahagiaan yang bersifat ‘sementara’ adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman.”

Kita katakan “kebahagiaan yang bersifat sementara” karena tiga hal yang termaktub di hadits, semuanya ‘sementara’, selama seseorang masih hidup atau selama belum terjadi kiamat.

Sedangkan di sana ada kebahagiaan yang bersifat abadi, selama-lamanya, yaitu kebahagiaan akherat. Yang didapatkan dengan “iman” dan “amal shalih”.

Oleh: Fajri Nur Setyawan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama