Pendapat Para Ulama Tentang "Nur Muhammad"


Fikroh.com - Secara umum pemahaman tentang Nur Muhammad itu dapat dikategorikan menjadi dua madzhab atau kelompok. Kelompok pemahaman yang pertama adalah mereka yang meyakini bahwa nabi Muhammad itu adalah Nur sebagaimana informasi tersirat yang ada dalam al Qur’an.

Sedangkan kelompok pemikiran kedua adalah mereka yang meyakini bahwa ada Nur Muhammad dengan beberapa sifat-sifat khusus yang nanti akan kita jabarkan.

Untuk kelompok pendapat pertama kami rasa tidak terlalu urgen untuk dibahas terlalu mendalam, toh ini hanya penafsiran ayat dan perbedaan pemahaman tentang definisi Nur dari makna ayat, apakah itu hakiki atau majasi. Seperti dalam ayat :

وَّدَاعِيًا اِلَى اللّٰهِ بِاِذْنِه وَسِرَاجًا مُّنِيْرً

"Dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. Al Ahzab: 46)

قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya (Nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan." (QS. Al Maidah 15)

Al imam ath Thabari ketika menjelaskan ayat tersebut beliau berkata :

قد جاءكم يا أهل التوراة والإنجيل من الله نور يعني بالنور محمدًا صلى الله عليه وسلم

"Telah datang kepadamu wahai Ahli Taurat (Yahudi) dan Injil (Nasrani) cahaya dari Allah." Yang dimaksud dengan cahaya di sini adalah Muhammad shalallahu’alaihi wassalam.”[1]

Sehingga kemudian menurut pendapat ini menyebut beliau shalallahu’alaihi wassalam dengan Nur itu bukan hal yang bisa dikatakan keliru. Kalangan ini pun sebenarnya masih terbagi lagi menjadi dua kelompok pendapat, antara yang mengatakan bahwa nabi Muhammad itu tercipta dari cahaya dalam hakikatnya, dengan yang mengatakan bahwa beliau juga adalah manusia biasa yang diciptakan sebagaimana manusia juga diciptakan. 

Dan pendapat yang kedua ini adalah yang benar dan yang diikuti oleh mayoritas kelompok ini.

Sedangkan ulama lainnya tentu tidak memaknai bahwa cahaya yang disebut dalam ayat sebagai makna hakiki tapi hanyalah majasi. Nabi shalallahu’alaihi wasssalam disebut dengan cahaya karena beliau membawa terangnya hidayah dan petunjuk Islam.

Hal ini jelas diterangkan juga dalam tafsir, semisal dari imam Thabari yang telah disebutkan di atas, lanjutannya adalah :

قد جاءكم يا أهل التوراة والإنجيل من الله نور يعني بالنور محمدًا صلى الله عليه وسلم الذي أنار الله به الحقَّ، ‌وأظهر ‌به ‌الإسلام، ‌ومحق ‌به ‌الشرك، فهو نور لمن استنار به يبيِّن الحق. ومن إنارته الحق، تبيينُه لليهود كثيرًا مما كانوا يخفون من الكتاب

"Telah datang kepadamu wahai Ahli Taurat (Yahudi) dan Injil (Nasrani) cahaya dari Allah." Yang dimaksud dengan cahaya di sini adalah Muhammad shalallahu’alaihi wassalam yang Allah menerangi dengannya kebenaran, memenangkan Islam dan menghapus kesyirikan.

Dia adalah cahaya bagi siapapun yang ingin mendapatkan penjelasan tentang kebenaran. Menjelaskan sesuatu yang telah banyak disembunyikan oleh ahli kitab.”[2]

Dan yang disebut sebagai cahaya dalam al Qur’an bukanlah hanya Nabi shalallahu’alaihi wassalam tapi juga pihak lain, diantaranya al Qur’an juga disebut dengan Nur, seperti firman Allah ta’ala :

فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِه وَالنُّوْرِ الَّذِيْٓ اَنْزَلْنَاۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. At Taghabun: 8)

Para mufasir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan cahaya di ayat ini adalah al Quran.

Namun untuk kelompok pendapat kedua, yaitu mereka yang menyandarkan pemahaman dan keyakinannya bukan kepada tafsir ayat tapi kepada hadits-hadits yang telah jelas disepakati ketidak sahihannya, tidaklah sama dengan pihak yang pertama tersebut.

Mereka ini menjadikan masalah Nur Muhammad  sebagai bagian dari masalah Aqidah yang dibangun di atas dalil yang bermasalah. Padahal ulama telah sepakat bahwa hadits lemah tidak boleh digunakan untuk masalah hukum apalagi Aqidah, apalagi jika ternyata dalilnya bukan sekedar lemah tapi hadits palsu.

Meski kemudian kelompok pendapat ini juga masih terbagi lagi menjadi beberapa tingkatan pemahaman. Paling tidak ada tiga tingkatan, mulai dari yang masih tergolong moderat sampai yang ghulu (sangat ekstrim). Berikut perinciannya :

𝟭. 𝗡𝘂𝗿 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶 𝗱𝗶𝗰𝗶𝗽𝘁𝗮𝗸𝗮𝗻


Kalangan ini berpendapat bahwa berdasarkan hadits Jabir bisa dipahami makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam. Adapun hadits lain yang menyebutkan bahwa makhluk yang diciptakan pertama kali adalah air dan dalam riwayat lain adalah pena, maka ini bisa dikompromikan.

Berkata al Ajluni rahimahullah :

فيجمع بينه وبين ما قبله بأن أولية القلم بالنسبة إلى ما عدا النور النبوي والماء والعرش انتهى، ‌وقيل ‌الأولية ‌في ‌كل ‌شئ ‌بالإضافة ‌إلى ‌جنسه

“Dan dikompromikan antara riwayat sebelumnya, bahwa yang pertama kali diciptakan adalah pena maksudnya selain air, nur kenabian dan Arsy. Dan bisa dikatakan juga semuanya itu pertama sesuai dengan keadaan masing-masing.”

Mereka berkata :

كل هذه الموجودات إنما وجدت من نور محمد صلى الله عليه وسلم ثم تفرقت في الكون

“Semua yang wujud sesungguhnya hanya berasal dari Nur Muhammad shalallahu’alaihi wassalam yang berpencar di alam semesta.”[3]

Juga dikatakan :

كما في حديث جابر أنه سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أول ما خلقه الله تعالى قال إن الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذلك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا إنس ولا جن ولا أرض ولا سماء ولا شمس ولا قمر وعلى هذا فالنور جوهر لا عرض

“Sebagaimana tersebut dalam hadis riwayat sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa ketika ditanya perihal makhluk pertama yang diciptakan Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab : 'Sungguh, Allah menciptakan Nur Nabimu sebelum segala sesuatu.' 

Allah menjadikan Nur itu beredar dengan kuasa Allah sesuai kehendak-Nya. Saat itu belum ada Lauh, qalam, surga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, Matahari, dan bulan. Atas dasar ini, nur itu adalah substansi, bukan kiasan.”[4]

𝟮. 𝗡𝘂𝗿 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘀𝗲𝗴𝗮𝗹𝗮 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗮𝘁𝘂


Lebih jauh lagi dari sekedar meyakini bahwa Nur Muhammad adalah makhluk yang pertama kali diciptakan sebagaimana yang diyakini kelompok yang mengikuti pemahaman pertama, di kelompok pendapat kedua ini mereka bahkan meyakini bahwa makhluk sebagiannya atau bahkan secara keseluruhan itu berasal dari Nur Muhammad shalallahu’alaihiwassalam.

Mereka berkata :

اعلم أن أنوار الكائنات كلها من عرش وفرش وسماوات وأرضين، وجنات وحجب، وما فوقها، وما تحتها إذا جمعت كلها، وجدت بعضًا من نور النبي، وأن مجموع نوره لو وضع على العرش، لذاب

“Ketahuilah bahwa seluruh cahaya yang menerangi Arsy, hamparan langit dan bumi, syurga dan apa yang ada di atas dan di bawahnya jika dikumpulkan akan didapati semuanya dari Nur Muhammad. Dan jika semua cahaya itu diletakkan di atas Arsy, maka ia akan meleleh.”[5]

Mereka berkata : “Nur Muhammmad adalah permulaan makhluk, dan karena dialah Allah menciptakan alam seluruhnya.”[6]

Tentang para Nabi dan Rasul mereka mengatakan kaitannya dengan Nur Muhammad :

كل النبيين والرسل الكرام أتوا نيابة عنه في تبليغ دعواه فهو الرسول إلى كل الخلائق في  كل العصور ونابت عنه أفواه

“Setiap nabi dan rasul yang mulia datang adalah untuk menggantikan dirinya, untuk menyampaikan dakwahnya. Dan dia adalah rasul kepada semua makhluk di setiap zaman dan sumber dari apa yang disampaikan.”[7]

Mereka juga berkata : “Akal yang pertama dinasabkan kepada Muhammad. Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka Muhammad adalah bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta ini.”[8]

𝟯. 𝗡𝘂𝗿 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 𝘀𝗶𝗳𝗮𝘁-𝘀𝗶𝗳𝗮𝘁 𝗞𝗲𝘁𝘂𝗵𝗮𝗻𝗮𝗻


Di tingkat ketiga ini bahkan mereka sampai mensifati Nur Muhammad dengan beberapa sifat-sifat yang memiliki ketuhanan bahkan mungkin bagian dari Allah itu sendiri. Diantara ucapan mereka diantaranya adalah :

Nur Muhammad mengetahui al Quran sebelum diturunkan kepadanya, mereka berkata :

اعلم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطى القرآن مجملا قبل جبريل من غير تفصيل  الآيات والسور

"Ketahuilah bahwa Rasulullah lah yang telah menyerahkan al Qur’an dalam bentuk yang umum sebelum Jibril (mewahyukan) tanpa perincian ayat dan surah.”[9]

Mereka juga berkata : “Allah adalah Dzat alam yang ada, maka Allah menjadikan Nur Muhammad sebagai mahluk pertama. Lalu dari Nur Muhammad, muncul makhluk semuanya, dan dialah (Rasulullah) yang mutajalli di atas ‘arsy- dengan kata lain- Nabi Muhammad itu Tuhan yang dikecilkan dan kepada dialah, kejadian segala makhluk bertumpu kepadanya.”[10]

Selanjutnya ada ungkapan bahwa Nur Muhammad itu adalah qadim, ini banyak terdapat di kitab-kitab maulid, seperti yang disebutkan dalam al Barzanji :

أصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأوليه

“Aku mengucap shalawat dan salam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal.”[11]

Meski sebenarnya sebutan qadim dan awal disitu bisa jadi tidak bermakna seperti qadim dan Awalnya Khaliq, tapi disandarkan ke makhluk. Namun tak sedikit yang mengartikan ungkapan qadim dari Nur Muhammad itu dengan pensifatan : "Nur itu bersumber dari Allah, maka apa saja yang datang dari Allah, ia qadim  karena Dia juga qadim.”

𝗞𝗵𝗮𝘁𝗶𝗺𝗮𝗵


Sekali lagi untuk yang kelompok pendapat yang menyatakan bahwa Rasulullah itu adalah Nur, itu bukan termasuk yang diingkari oleh para ulama, karena jelas pemahaman tersebut tidak masuk ke ranah Aqidah dan juga bukan membangun keyakinan di atas hadits-hadits palsu tentang Nur Muhammad.

Berbeda dengan pendapat setelahnya, yakni kelompok pertama, apa lagi yang kedua dan yang ketiga, jelas bahwa keyakinan yang mereka dengungkan ini adalah termasuk ranah Aqidah yang dibangun di atas dalil-dalil yang sangat bermasalah. 

Dan inilah yang kami tuju dengan seri tulisan kami tentang Nur Muhammad ini yang insyaallah akan kami bahas dengan menggunakan ilmu para ulama yang menggunakan hujjah al Quran dan sunnah nabiNya shalallahu’alaihi wassalam. 

Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq 

Footnote:
[1] Tafsir ath Thabari (10/143)
[2] Tafsir ath Thabari (10/143)
[3] Farq al Mu’asharah (3/1012)
[4] Madarijus Shu’ud hal. 4
[5] Al Ibriz li adz Dzibagh hal. 199
[6] At Ta’rifat hal. 90
[7] Nafahah al Aqdasiyah hal. 17
[8] Al Insan Al Kamil hal.4
[9] Kibriyah al Ahmar hal 6
[10] At Ta’liqat ‘ala Fushush Al Hikam (2/320)
[11] Al Barzanji hal. 4

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama