Imam Abu Hanifah, Pedagang Kaya Raya Nan Dermawan

Imam Abu Hanifah, Pedagang Kaya Raya Nan Dermawan

Fikroh.com - Menjadi Ulama yang berilmu, ahli ibadah namun juga kaya raya tidaklah banyak ditemukan dalam sejarah perkembangan Islam. Jumlah ulama dengan kemampuan multitalenta sangat sedikit. Imam Abu Hanifah adalah termasuk dari yang sedikit itu.

Imam Abu Hanifah selain dikenal sebagai pendiri madzhab Hanafi beliau merupakan seorang pedagang kaya raya yang banyak digunakan untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Kekayaan Abu Hanifah cukuplah banyak. Hingga beliau dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan.

Setiap kali ia mengeluarkan nafkah untuk dirinya dan keluarganya, ia juga segera memberikan sedekah dengan jumlah yang setara kepada orang-orang yang membutuhkan.

Contohnya, saat ia membeli pakaian baru, ia akan membeli pakaian baru untuk para kaum miskin dengan nilai yang sama atau bahkan lebih tinggi dari pakaiannya. Hal ini juga berlaku ketika ia menerima berbagai bentuk rezeki, seperti makanan dan minuman.

Di akhir tahun, Imam Hanafi rutin melakukan penutupan laporan keuangan perdagangannya. Ia akan menghitung semua keuntungan yang diperoleh dan hanya mengambil sejumlah kecil untuk kebutuhan pribadinya. Sementara itu, sebagian besar dari keuntungan tersebut ia alokasikan untuk bersedekah dan memberikan hadiah kepada para qari, ahli hadits, ulama fikih, serta generasi muda yang tengah menuntut ilmu agama. Mereka semua merupakan target utama dari amal kebaikan Imam Hanafi.

Disisi lain, Sosok imam abu hanifah adalah seorang yang memiliki sifat dan akhlak mulia. Selain rendah hati, beliau merupakan orang yang tidak banyak bicara atau melakukan hal yang sia-sia. 

Sebagai seorang saudagar yang kaya raya, beliau tidak menggenggam erat harta-hartanya. Beliau adalah sosok yang dermawan sering menginfakkan harta yang dia miliki, Tak segan membantu yang kekurangan dan butuh bantuan dan hal ini juga beliau lakukan kepada para muridnya.

Imam Abu hanifah menanggung seluruh biaya hidup muridnya yang semangat menimba ilmu namun memiliki kendala soal dana. Al Mutsanna bin Roja' mengatakan bahwa setiap kali Imam Abu Hanifah menafkahi keluarganya dengan sejumlah harta, maka sejumlah itu pula ia akan keluarkan untuk sedekah kepada yang berhak.

Ahli Ibadah yang Khusyu'


Sang imam juga merupakan ahli ibadah sehingga banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau mengkhatamkan Al-Qur'an dalam satu rakaat shalat.

Asad bin 'Amr mengatakan, "Imam Abu hanifah shalat subuh dengan wudhu shalat isya selama empat puluh tahun." (Siyar A'lam An-Nubala jilid 6 Hal.399)

Pakar Ilmu Hadits


Al-Imam Abu Yusuf meriwayatkan, "aku belum pernah melihat seorang yang lebih mengerti tentang hadits dan tafsirnya selain daripada Imam Abu Hanifah. Ia adalah seorang yang tau akan illah-illah hadits, mengerti tentang takdil dan tarjih, dan mengerti akan tingkatan hadits yang sah atau yang tidak. Beliau juga merupakan orang diterima riwayatnya."

Meski beliau mumpuni dalam ilmu haditsnya, namun beliau tidaklah termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits sehingga para ulama mutaakkhirin memasukkan beliau dalam daftar orang yang sedikit meriwayatkan hadits. Hal ini karena Imam Abu Hanifah sangat ketat dalam periwayatan hadits. Bagi beliau, sebuah hadits tidak bisa dijadikan hujjah kecuali berasal dari perawi yang terpercaya. (Muqadimah Ibnu Sholah Hl.185-186)

Karya-Karyanya


Al Faraidh yaitu kitab khusus yang membahas masalah waris menurut hukum islam.

As-Syurut yaitu kitab yang membahas perjanjian.

Al-Fiqh al-Akbar yaitu kitab yang membahas ilmu kalah dan diberi syarah oleh Al-Imam Abu mansur Muhammad al-Maurudi dan Al-Imam Abu Muntaha al-Maula Ahmad bin Muhammad al-Maqnisawi.

Selain itu terdapat juga karya Ulama dari Madzhab Hanafi yang dibagi menjadi tiga bagian jutama yaitu : Masail al-Ushul, Masail an-Nawadir, dan Al-Fatawa wa Al-Waqiat.

Imam Abu Hanifah hidup sampai usia 70 tahun. Beliau wafat di dalam penjara pada masa khalifah al-Manshur. Menurut sejarah, tahun saat wafatnya Imam Abu Hanifah adalah tahun yang sama dengan kelahiran Imam Syafi'i. Sehingga orang-orang banyak menyebut pada waktu itu adalah tahun wafatnya Imam sekaligus lahirnya Imam.

Semoga dengan mengenal dan menyusuri perjalanan para Ulama shalihin zaman dahulu menambah keimanan serta wawasan kita. Aamiin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama