Fikroh.com - Alp, Aleb Arslan آلپ ارسلان; nama aslinya Muhammad bin Dawud Chaghri, adalah sultan kedua dari Kekaisaran Seljuk dan cicit dari Seljuk, pendiri eponim dari dinasti. Dia sangat memperluas wilayah Seljuk dan mengkonsolidasikan kekuatannya, mengalahkan saingannya ke selatan dan barat laut dan kemenangannya atas Bizantium di Pertempuran Manzikert, pada 1071, mengantar pemukiman Turkoman di Anatolia. Untuk kecakapan militer dan keterampilan bertarungnya, ia memperoleh nama Alp Arslan, yang berarti "Singa Pahlawan" dalam bahasa Turkik.
Seorang yang berhasil bersama pasukannya -dengan izin Allah- menghadang serbuan pasukan besar Eropa ke negeri-negeri Islam
Pada tahun 1071 M atau 463 H pasukan Eropa berkumpul dalam jumlah 600.000 personil yang dilengkapi 1.000 manjanik (senjata tempur zaman dahulu seperti ketapel besar), dimana setiap Manjenik ditarik oleh seratus sapi dengan maksud untuk merobohkan Ka’bah dan menghabisi wilayah Islam bagian timur.
Hadir dalam pasukan itu Paus dan 35.000 komandan pasukan yang dilengkapi pasukan besar, persenjataaan, perlengkapan, dan berbagai peralatan perang. Mereka juga mengumumkan sebagai ‘perang suci’ dan siap menuju negeri-negeri Islam untuk menghabisi kaum muslimin.
Saat itu kekhilafahan Bani Abbasiyyah berada dalam kondisi yang sangat lemah dan kekurangan. Ketika itu pasukan khalifah hanya memiliki 3000 tentara; yang keadaannya tidak diperhitungkan selain mengandalkan doa kaum muslimin untuknya pada hari Jumat.
Meskipun begitu, ada sebuah pemerintahan kecil yang bernama Daulah Saljuk yang menjaga perbatasan wilayah khalifah dengan menghalangi serangan pasukan Bizantium dan terkadang mereka terpukul mundur. Ketika itu pemimpin pasukan Saljuk adalah seorang pemuda bernama Aleb Arslan yang dalam bahasa Arab artinya singa yang pemberani.
Kstaria ini (Aleb Arslan) baru pulang dari Khurasan (wilayah yang meliputi Iran, Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan) setelah perang dengan membawa pasukan berjumlah 21.000 personel yang keadaannya antara mendapatkan luka-luka dan kehilangan senjata. Ketika ia mendengar pasukan salibis datang, maka ia segera kembali dan berusaha membujuk Armenus (Romanos) kaisar Bizantium untuk tidak melakukan penyerangan ke wilayah Islam dengan berbagai cara seperti dengan menarik diri dari wilayah kekuasaannya, atau dengan pajak yang akan diserahkannya, atau dengan pemberian ghanimah dan harta.
Akan tetapi kaisar Romawi itu tetap menolak dan memberitahukan bahwa kedatangan pasukan besar itu dengan segala perlengkapannya tidak dapat diimbangi dengan harta kaum muslimin yang ada ketika itu, dan keinginan utamanya adalah untuk menghabisi kaum muslimin dan tempat-tempat suci mereka di Palestina dan Hijaz (wilayah Arab Saudi).
Ksatria ini ternyata gagal membujuk kaisar, maka ia mengirim surat kepada khalifah untuk meminta bantuan, namun khalifah tidak bisa membantu karena keadaan yang lemah dan sedikitnya tentara.
Saat itu Aleb Arslan berusaha membangkitkan semangat kaum muslimin dan mengirimkan beberapa utusan ke negeri-negeri Islam, namun tidak ada yang menyambutnya kecuali sedikit, maka Aleb Arslan mendatangi gurunya bernama Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik Al Bukhari meminta sarannya terkait musibah besar yang melanda negeri-negeri Islam, lalu gurunya mendorongnya untuk berjihad dan membela agama Allah dengan kemampuan yang ada.
Saat itulah Aleb Arslan keluar dengan membawa pasukan kecil dan memberitahukan, bahwa barang siapa yang ingin berjihad, maka hendaknya ia tetap bersamanya, dan barang siapa yang ingin pulang, maka sampaikan uzurnya kepada Allah dan silahkan pulang.
Ketika itu gurunya berkata di tengah pasukannya, “Ini adalah hari di antara hari-hari Allah; bukan kesempatan untuk sombong apalagi terpedaya, dan tidak ada yang mempertahankan agama Allah, kehormatan darah kaum mulimin, dan tempat-tempat suci mereka di dunia ini – saat itu- selain usaha dan iman kalian.”
Gurunya juga berkata kepada Aleb Arslan, “Jadikan perang ini pada hari Jumat agar kaum muslimin berkumpul untuk kita, serta para khatib mendoakan kita dalam shalat Jumat.”
Setelah menerima nasihat yang memuat sebab kemenangan baik secara lahir maupun batin, dimana para mujahid butuh dukungan moril seperti doa sebagaimana mereka juga butuh dukungan materil seperti pedang dan tombak, maka pada hari Jumat tanggal 7 Dzulqa’dah tahun 463 H bertepatan dengan 26 Agustus 1071 M Aleb Arslan bangkit dan shalat bersama kaum muslimin yang ada sambil menangis dengan khusyu dan berdoa kepada Allah dengan lamanya seraya bersujud dengan merendahkan diri kepada Allah, memohon pertolongan-Nya, lalu ia ikat bagian ekor kudanya dengan kedua tangannya dan berkata kepada pasukannya,
“Barang siapa yang ingin pulang, silahkan pulang karena tidak ada kekuasaan di sini kecuali milik Allah.”
Kemudian ia menaiki kudanya dan menyeru dengan suara tinggi di medan peperangan,
“Kalau aku kalah, maka aku tidak akan kembali selamanya, karena medan perang nanti akan menjadi kuburku.”
Dengan cara seperti itu, maka dengan izin Allah, Aleb Arslan berhasil merubah 21.000 personel pasukan menjadi 21.000 singa.
Di sebuah tempat bernama Maladzkard (Malazgirt, wilayah Turki bagian tenggara), Aleb Arslan membagi pasukannya, mengelompokkan, dan menyusun barisan pemanah di antara dua bukit, sedangkan dirinya maju dengan pasukan yang bersamanya menghadang pasukan musuh dari Romawi Bizantium di saat sisa pasukan Eropa mundur. Saat itulah pasukan Romawi dalam jumlah 60.000 personel menyerbu, sehingga Aleb Arslan bersama pasukannya terpaksa mundur dan menarik diri di antara dua bukit yang ada. Dari situlah ia keluar, dan pasukan di belakangnya menyebar, ia juga membagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok untuk menghadang pasukan musuh yang maju, sebagian pasukannya maju dan berkeliling di pinggir bukit, dan jalan di depan musuh ditutup sehingga semua jalan tertutup, sedangkan pasukan kaum muslimin yang berada di bawah pimpinan Aleb Arslan berhasil mengepung musuh dan menyergap mereka dengan penyergapan yang paling ketat dalam sejarah perang.
Masuklah ketika itu pasukan Bizantium, sedangkan Aleb Arslan menunggu mereka memenuhi jalur bukit itu, lalu ia berisyarat kepada regu pemanah dan menghujani musuh dengan panah layaknya seperti hujan yang turun.
Ketika itu, regu pemanah itu adalah regu pemanah luar biasa –sebagaimana yang diceritakan Mahmud Syit Khaththab-, mereka mampu menghabisi 60.000 pasukan musuh dalam waktu kurang lebih 2 jam, ketika ada yang berusaha naik maka mereka hujani dengan panah, sedangkan yang berusaha keluar, maka diserang oleh pasukan Aleb Arslan.
Ketika itulah pasukan Eropa merasakan kekalahan yang luar biasa, maka pasukan Armenia, Georgia, dan Rusia bergerak maju, lalu mereka diserang oleh pasukan depan Aleb Arslan.
Terjadilah perselisihan antara para komandan pasukan Eropa, mereka saling menyalahkan dan timbullah keretakan dalam pasukan, kemudian mereka pun kembali ke negeri mereka dalam keadaan kalah dan meninggalkan sisa pasukan Bizantium yang kemudian dihabisi oleh pasukan Saljuk Aleb Arslan. Kaisar Bizantium ketika itu pun ditawan.
Bayangkan bagaimana bisa pasukan yang berjumlah 21.000 berhasil mengalahkan pasukan besar Eropa dalam jumlah 600.000 yang haus darah dan penuh dendam? Itu adalah dengan izin Allah. Oleh karena itu, orang yang mulia adalah orang yang dimuliakan Allah dan orang yang hina adalah orang yang dihinakan Allah. Banyaknya pasukan tidaklah berguna apa-apa jika tidak mendapat pertolongan Allah, dan pasukan kecil meskipun sedikit dapat menang jika mendapat pertolongan-Nya.
Wa shallallahu alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa Alihi wa shahbihi wa sallam.
Diterjemahkan secara bebas dari risalah yang dikirim Syaikh Walid Saif An Nashr oleh Marwan Hadidi .
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Qs. Al Baqarah: 249)
Ksatria itu bernama Aleb Arslan, Pemimpin Daulah Saljuk
Seorang yang berhasil bersama pasukannya -dengan izin Allah- menghadang serbuan pasukan besar Eropa ke negeri-negeri Islam
Pada tahun 1071 M atau 463 H pasukan Eropa berkumpul dalam jumlah 600.000 personil yang dilengkapi 1.000 manjanik (senjata tempur zaman dahulu seperti ketapel besar), dimana setiap Manjenik ditarik oleh seratus sapi dengan maksud untuk merobohkan Ka’bah dan menghabisi wilayah Islam bagian timur.
Hadir dalam pasukan itu Paus dan 35.000 komandan pasukan yang dilengkapi pasukan besar, persenjataaan, perlengkapan, dan berbagai peralatan perang. Mereka juga mengumumkan sebagai ‘perang suci’ dan siap menuju negeri-negeri Islam untuk menghabisi kaum muslimin.
Saat itu kekhilafahan Bani Abbasiyyah berada dalam kondisi yang sangat lemah dan kekurangan. Ketika itu pasukan khalifah hanya memiliki 3000 tentara; yang keadaannya tidak diperhitungkan selain mengandalkan doa kaum muslimin untuknya pada hari Jumat.
Meskipun begitu, ada sebuah pemerintahan kecil yang bernama Daulah Saljuk yang menjaga perbatasan wilayah khalifah dengan menghalangi serangan pasukan Bizantium dan terkadang mereka terpukul mundur. Ketika itu pemimpin pasukan Saljuk adalah seorang pemuda bernama Aleb Arslan yang dalam bahasa Arab artinya singa yang pemberani.
Kstaria ini (Aleb Arslan) baru pulang dari Khurasan (wilayah yang meliputi Iran, Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan) setelah perang dengan membawa pasukan berjumlah 21.000 personel yang keadaannya antara mendapatkan luka-luka dan kehilangan senjata. Ketika ia mendengar pasukan salibis datang, maka ia segera kembali dan berusaha membujuk Armenus (Romanos) kaisar Bizantium untuk tidak melakukan penyerangan ke wilayah Islam dengan berbagai cara seperti dengan menarik diri dari wilayah kekuasaannya, atau dengan pajak yang akan diserahkannya, atau dengan pemberian ghanimah dan harta.
Akan tetapi kaisar Romawi itu tetap menolak dan memberitahukan bahwa kedatangan pasukan besar itu dengan segala perlengkapannya tidak dapat diimbangi dengan harta kaum muslimin yang ada ketika itu, dan keinginan utamanya adalah untuk menghabisi kaum muslimin dan tempat-tempat suci mereka di Palestina dan Hijaz (wilayah Arab Saudi).
Ksatria ini ternyata gagal membujuk kaisar, maka ia mengirim surat kepada khalifah untuk meminta bantuan, namun khalifah tidak bisa membantu karena keadaan yang lemah dan sedikitnya tentara.
Saat itu Aleb Arslan berusaha membangkitkan semangat kaum muslimin dan mengirimkan beberapa utusan ke negeri-negeri Islam, namun tidak ada yang menyambutnya kecuali sedikit, maka Aleb Arslan mendatangi gurunya bernama Abu Nashr Muhammad bin Abdul Malik Al Bukhari meminta sarannya terkait musibah besar yang melanda negeri-negeri Islam, lalu gurunya mendorongnya untuk berjihad dan membela agama Allah dengan kemampuan yang ada.
Saat itulah Aleb Arslan keluar dengan membawa pasukan kecil dan memberitahukan, bahwa barang siapa yang ingin berjihad, maka hendaknya ia tetap bersamanya, dan barang siapa yang ingin pulang, maka sampaikan uzurnya kepada Allah dan silahkan pulang.
Ketika itu gurunya berkata di tengah pasukannya, “Ini adalah hari di antara hari-hari Allah; bukan kesempatan untuk sombong apalagi terpedaya, dan tidak ada yang mempertahankan agama Allah, kehormatan darah kaum mulimin, dan tempat-tempat suci mereka di dunia ini – saat itu- selain usaha dan iman kalian.”
Gurunya juga berkata kepada Aleb Arslan, “Jadikan perang ini pada hari Jumat agar kaum muslimin berkumpul untuk kita, serta para khatib mendoakan kita dalam shalat Jumat.”
Setelah menerima nasihat yang memuat sebab kemenangan baik secara lahir maupun batin, dimana para mujahid butuh dukungan moril seperti doa sebagaimana mereka juga butuh dukungan materil seperti pedang dan tombak, maka pada hari Jumat tanggal 7 Dzulqa’dah tahun 463 H bertepatan dengan 26 Agustus 1071 M Aleb Arslan bangkit dan shalat bersama kaum muslimin yang ada sambil menangis dengan khusyu dan berdoa kepada Allah dengan lamanya seraya bersujud dengan merendahkan diri kepada Allah, memohon pertolongan-Nya, lalu ia ikat bagian ekor kudanya dengan kedua tangannya dan berkata kepada pasukannya,
“Barang siapa yang ingin pulang, silahkan pulang karena tidak ada kekuasaan di sini kecuali milik Allah.”
Kemudian ia menaiki kudanya dan menyeru dengan suara tinggi di medan peperangan,
“Kalau aku kalah, maka aku tidak akan kembali selamanya, karena medan perang nanti akan menjadi kuburku.”
Dengan cara seperti itu, maka dengan izin Allah, Aleb Arslan berhasil merubah 21.000 personel pasukan menjadi 21.000 singa.
Di sebuah tempat bernama Maladzkard (Malazgirt, wilayah Turki bagian tenggara), Aleb Arslan membagi pasukannya, mengelompokkan, dan menyusun barisan pemanah di antara dua bukit, sedangkan dirinya maju dengan pasukan yang bersamanya menghadang pasukan musuh dari Romawi Bizantium di saat sisa pasukan Eropa mundur. Saat itulah pasukan Romawi dalam jumlah 60.000 personel menyerbu, sehingga Aleb Arslan bersama pasukannya terpaksa mundur dan menarik diri di antara dua bukit yang ada. Dari situlah ia keluar, dan pasukan di belakangnya menyebar, ia juga membagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok untuk menghadang pasukan musuh yang maju, sebagian pasukannya maju dan berkeliling di pinggir bukit, dan jalan di depan musuh ditutup sehingga semua jalan tertutup, sedangkan pasukan kaum muslimin yang berada di bawah pimpinan Aleb Arslan berhasil mengepung musuh dan menyergap mereka dengan penyergapan yang paling ketat dalam sejarah perang.
Masuklah ketika itu pasukan Bizantium, sedangkan Aleb Arslan menunggu mereka memenuhi jalur bukit itu, lalu ia berisyarat kepada regu pemanah dan menghujani musuh dengan panah layaknya seperti hujan yang turun.
Ketika itu, regu pemanah itu adalah regu pemanah luar biasa –sebagaimana yang diceritakan Mahmud Syit Khaththab-, mereka mampu menghabisi 60.000 pasukan musuh dalam waktu kurang lebih 2 jam, ketika ada yang berusaha naik maka mereka hujani dengan panah, sedangkan yang berusaha keluar, maka diserang oleh pasukan Aleb Arslan.
Ketika itulah pasukan Eropa merasakan kekalahan yang luar biasa, maka pasukan Armenia, Georgia, dan Rusia bergerak maju, lalu mereka diserang oleh pasukan depan Aleb Arslan.
Terjadilah perselisihan antara para komandan pasukan Eropa, mereka saling menyalahkan dan timbullah keretakan dalam pasukan, kemudian mereka pun kembali ke negeri mereka dalam keadaan kalah dan meninggalkan sisa pasukan Bizantium yang kemudian dihabisi oleh pasukan Saljuk Aleb Arslan. Kaisar Bizantium ketika itu pun ditawan.
Bayangkan bagaimana bisa pasukan yang berjumlah 21.000 berhasil mengalahkan pasukan besar Eropa dalam jumlah 600.000 yang haus darah dan penuh dendam? Itu adalah dengan izin Allah. Oleh karena itu, orang yang mulia adalah orang yang dimuliakan Allah dan orang yang hina adalah orang yang dihinakan Allah. Banyaknya pasukan tidaklah berguna apa-apa jika tidak mendapat pertolongan Allah, dan pasukan kecil meskipun sedikit dapat menang jika mendapat pertolongan-Nya.
Wa shallallahu alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa Alihi wa shahbihi wa sallam.
Diterjemahkan secara bebas dari risalah yang dikirim Syaikh Walid Saif An Nashr oleh Marwan Hadidi .